Senin, 26 Desember 2011

Terimakasih atas kunjumgannya.Semoga Blog ini bermanfaat..

Sabtu, 05 November 2011

Fungsi Bank Syariah

Bank syariah mempunyai fungsi yang berbeda dengan bank konvensional, fungsi bank syariah juga merupakan karakteristisk bank syariah. Dengan diketahui fungsi bank syariah yang jelas akan membawa dampak dalam pelaksanaan kegiatan usaha bank syariah. Banyak para pengelola bank syariah yang tidak memahami dan menyadari fungsi bank syariah ini yang menyamakan fungsi bank syariah dengan fungsi bank konvensional sehingga membawa dampak dalam pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh bank syariah yang bersangkutan.
Dari empat fungsi bank syariah berikut akan dibahas dua, yaitu
1. fungsi manager investasi, dan
2. fungsi investor yang berhubungan dengan pembagian hasil
usaha (profit distribution) yang dilakukan oleh bank syariah.
Disamping dua fungsi lainnya, yaitu fungsi sosial dan jasa keuangan (perbankan).

Manager Investasi.

Salah satu fungsi bank syariah yang sangat penting adalah sebagai manager investasi. Bank syariah merupakan manager investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dari dana yang dihimpun (dalam perbankan lazim disebut dengan deposan atau penabung), karena besar-kecilnya pendapatan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana tersebut sangat tergantung pada pendapatan yang diterima oleh bank syariah dalam mengelola dana mudharabah sehingga sangat tergantung pada keahlian, kehati-hatian, dan profesionalisme dari bank syariah. Bank syariah dapat menghimpun dana yang besar, kemudian dalam penyaluran dana dilakukan tidak efektif, kurang memperhatikan prinsip-prinsip kehati-hatian, sembarangan banyak yang macet atau banyak yang diketagorikan dalam non performing, banyaknya penyaluran dana yang tidak melakukan pembayaran angsuran maka membawa dampak pendapatan yang diikuti aliran kas masuk (cash basis) hanya sedikit yang diterima. Dengan adanya pendapatan yang cash basis sedikit maka pendapatan yang akan dibagi antara bank syariah dan shahibul maal juga sedikit, yang akhirnya membawa dampak kecilnya pendapatan yang diterima oleh pemilik dana (shahibul maal). Begitu sebaliknya, penyaluran dana yang tidak besar, namun dilakukan dengan efektif, efesien, dan produktif, serta kualitas penyaluran dana yang baik sehingga banyak debitur yang melakukan pembayaran angsuran atau pembayaran bagi hasil yang cukup banyak akan membawa dampak pada pendapatan yang akan dibagi antara bank syariah dan pemilik dana juga besar, yang mengakibatkan pendapatan diterima pemilik dana cukup besar. Dana yang dihimpun oleh bank syariah, hendaknya ditanamkan pada sektor yang produktif dan tidak melanggar prinsip-prinsip syariah.
Jadi, apa yang dilakukan oleh bank syariah, khususnya yang berkaitan dengan penyaluran dana akan membawa dampak atau risiko kepada pemilik dana (shahibul maal) dan dana yang dihimpun (deposan atau penabung mudhabah). Hal ini sangat berbeda dengan bank konvensional, begitu deposan memberikan dana kepada bank konvensional dan dijanjikan bunga tertentu, deposan tidak menananggung risiko. Bank konvensional bisa menyalurkan dana atau tidak, mendapatkan pendapatan besar atau tidak deposan akan menerima bunga tetap yang diperjanjikan.
Besarnya penyaluran dana atau investasi yang dilakukan oleh bank syariah bukanlah suatu indikasi pendapatan bagi hasil besar yang diterima oleh pemilik dana yang dihimpun (deposan atau penabung), tetapi kualitas dari penyaluran dana atau investasi yang dilakukan oleh bank syariah itulah yang mempunyai pengaruh langsung hasil yang diterima oleh pemilik dana yang dihimpun. Besarnya porsi pembagian pendapatan (nisbah) tidak menjamin besarnya bagi hasil yang akan diterima oleh pemilik dana, karena bagi hasil tersebut sangat dipengaruhi oleh pendapatan yang akan dibagikan (pendapatan operasi utama sebagai unsur perhitungan distribusi hasil usaha), pendapatan yang akan dibagikan sangat tergantung pada pendapatan penyaluran dana yang benar-benar diterima (cash basis) oleh bank syariah sebagai mudharib, pendapatan ini tergantung pada kualitas aktiva produktif (penyaluran dana), kualitas aktiva produktif tergantung pada proses dan prinsip-prinsip penyaluran dana.
Fungsi ini dapat dilihat pada segi penghimpunan dana bank syariah dalam menghimpun dana, khususnya dana mudharabah, bertindak sebagai manager investasi dalam arti dana tersebut harus dapat disalurkan pada penyaluran yang produktif, sehingga dana yang dihimpun tersebut harus dapat menghasilkan yang hasilnya akan dibagi hasilkan dengan pemilik dana. Bahkan, bank syariah tidak sepatutnya menghimpun dana mudharabah apabila tidak dapat menyalurkan dana tersebut pada hal yang produktif, karena hasil yang diperoleh akan tetap dan dibagikan kepada pemilik dana yang lebih banyak sehingga hal tersebut jelas akan merugikan pemilik dana yang sudah ada.
Pembayaran imbalan kepada pemilik dana yang dihimpun (shahibul maal) bank syariah tidak sama dengan pembayaran imbalan kepada pemilik dana bank konvensional (yang lazim disebut dengan deposan atau penabung). Bank konvensional memberikan imbalan kepada para deposannya dalam bentuk bunga dalam jumlah tetap dan ditentukan dimuka, tidak dipengaruhi oleh risiko atau masalah yang dihadapi oleh bank konvensional sedangkan imbalan pemilik dana (shahibul maal) bank syariah sangat tergantung pada pendapatan yang diperoleh oleh bank syariah sebagai mudharib dalam pengelolaan dana mudharah, bank syariah tidak diperkenankan memberikan imbalan dalam jumlah yang telah ditentukan di depan. Untuk memberikan gambaran perbedaan pemberian imbalan bank konvensional dengan bank syariah dapat ditunjukkan pada gambar skema disertai uraian sebagai berikut.

Bank konvensional menghimpun dana dalam bentuk deposito, tabungan, dan giro telah menentukan besarnya bunga tetap yang diberikan kepada nasabah, apa pun risiko yang dialami oleh bank konvensional – dapat menyalurkan dana atau tidak, memperoleh pendapatan besar atau tidak memperoleh pendapatan – pada saat jatuh tempo bank konvensional harus membayar bunga yang telah dijanjikan. Atas dana tersebut oleh bank kovensional disalurkan dalam bentuk kredit, dimana besamya bunga kredit ditentukan sebesar harga pokok dana (cost of fund) ditambah premi risiko, ditambah dengan beban overhead bank, ditambah dengan keuntungan yang diharapkan (yang lazimnya dikenal dengan base lending rate).
Misalnya, deposan bank konvensional menyerahkan uang dalam bentuk deposito berjangka dengan bunga 16% per tahun, pada umumnya dan penerimaan dana tersebut bank konvensional menyalurkan kembali dalam pemberian kredit kepada debitur dan menetapkan bunga minimal sebesar harga pokok dana (lending rate), misalnya dalam perhitungan sederhana sebesar 23 % per tahun (harga pokok sebesar 16%, ditambah beban overhead 4%, dan ditambah keuntungan diharapkan 3%). Berapa pun besarnya kredit yang dikenakan kepada debitur, berapa pun pendapatan yang diterima oleh bank konvensional maka pembayaran imbalan yang diberikan bank konvensional kepada deposan tetap sebesar 16% per tahun, tidak berpengaruh terhadap berapa besar bunga kredit kepada debitur. Misalnya, bank konvensional dapat menyalurkan kredit dengan bunga 23 % maka bank konvensional tetap membayar bunga deposito 16%, bank konvensional menyalurkan kredit dengan bunga 40% bank konvensional tetap membayar bunga deposito sebesar 16%, sebaliknya bank konvensional menyalurkan kredit dengan bunga 10% bank konvensional tetap membayar bunga deposito 16%, bahkan bank konvensional tidak dapat menyalurkan dana dalam bentuk kredit pun bank konvensional tetap harus membayar bunga deposito sebesar 16%. Apabila bank konvensional membayar bunga deposito (bunga atas dana pihak ketiga) lebih besar dari pendapatan penyaluran dana maka disebut dengan “negative spread”. Hal ini yang dialami oleh bank konvensional pada krisis moneter beberapa waktu yang lalu, dalam penghimpunan dana bank konvensional memberikan bunga 56% pertahun dan dalam penyaluran dana tidak ada nasabah yang mau mengambil kredit, karena tingginya bunga kredit.
Dalam bank syariah, imbalan yang diberikan kepada para deposan (penghimpunan dana) sangat tergantung pada pendapatan yang diperoleh atas pengelolaan atau penyaluran dana yang dilakukan oleh bank syariah, khususnya pendapatan yang telah diikuti dengan aliran kas masuk (cash basis) sehingga dan bulan ke bulan berikutnya penghasilannya tidak selalu sama.
Misalnya, bank syariah menerima dana mudharabah sebesar Rp 1 milyar, dana tersebut oleh bank syariah disalurkan pada investasi sesuai syariah dan menghasilkan pendapatan sebesar Rp 20.000.000,— maka imbalan yang diberikan kepada pemilik dana (nasabah) adalah didasarkan pada perhitungan distribusi hasil usaha atas pendapatan sebesar Rp 20.000.000,— dengan nisbah (pembagian) yang disepakati pada awal akad. Tetapi, apabila bank syariah atas pengelolaan dana (penyaluran dana) tersebut hanya mendapatkan hasil Rp 1.000.000,- maka imbalan yang diberikan kepada pemilik dana (deposan) didasarkan pada perhitungan distribusi hasil usaha atas pendapatan Rp 1.000.000,- Apabila bank syariah pengelolaan dana (penyaluran dana) tersebut hanya mendapatkan hasil Rp 1,- maka imbalan yang diberikan kepada pemilik dana (deposan) didasarkan pada perhitungan distribusi basil usaha atas pendapatan Rp 1,- Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa bank syariah tidak pernah mengalami negative spread, karena bank syariah tidak pernah membayarkan imbalan kepada pemilik dana yang lebih besar dan pendapatan yang diperoleh dari penyaluran dana.
Dalam menjalankan fungsinya, bank konvensional sebagai intermediary dalam pengeloaan uang antara pihak suplus dana dan pihak yang defisit dana tersebut bank konvensional memperoleh pendapatan. Dengan ungkapan yang sederhana tetapi gamblang dapat dikatakan bahwa kegiatan utama sebuah bank konvensional ialah menerima simpanan dari A, B, dan C dengan tingkat bunga tertentu (misalnya dalam contoh diatas 16%), kemudian meminjamkannya kepada orang lain dengan tingkat bunga yang lebih besar (misalnya dalam contoh diatas 23 %). DR Yusuf Al-Qardhawi menjelaskan bahwa spread (selisih) antara kedua tingkat bunga tersebut ialah yang menjadi keuntungan bank. Inilah fungsi utama dan misi sebuah bank. Jadi, bank konvensional merupakan pelaku “riba akbar”, yang mengantikan posisi pelaku “riba teri” tempo dulu. Ia juag merupakan “calo riba” yang memakan dan memberi riba.
Investor
Dalam penyaluran dana baik dalam prinsip bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), prinsip ujroh (ijarah dan ijarah muntahia bittamlik) maupun prinsip jual beli (murabahah, salam dan salam paralel, istishna dan istishna paralel) bank syariah berfungsi sebagai investor sebagai pemilik dana. Oleh karena sebagai pemilik dana maka dalam menanamkan dana dilakukan dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dan tidak melanggar syariah, ditanamkan pada sektor-sektor produktif dan mempunyai risiko yang sangat minim. Keahlian profesionalisme sangat diperlukan dalam menangani penyaluran dana ini. Penerimaan pendapatan dan kualitas aktiva produktif yang sangat baik menjadi tujuan yang penting dalam penyaluran dana, karena pendapatan yang diterima dalam penyaluran dana inilah yang akan dibagikan kepada pemilik dana (deposan atau penabung mudharabah). Jadi, fungsi ini sangat terkait dengan fungsi bank syariah sebagai manajer investasi.
Bank-bank Islam menginvestasikan dana yang disimpan pada bank tersebut (dana pemilik bank maupun dana rekening investasi) dengan menggunakan alat investasi yang sesuai dengan syari’ah. Investasi yang sesuai dengan syari’ah tersebut meliputi akad murabahah, sewa-menyewa, musyarakah, akad mudharabah, akad salam atau istisna’, pembentukan perusahaan atau akuisisi, pengendalian atau kepentingan lain dalam rangka mendirikan perusahaan, memperdagangkan produk, dan investasi atau memperdagangkan saham yang dapat dipeijual belikan atau real estate. Keuntungan dibagikan kepada pihak yang memberikan kontribusi dana setelah bank menerima bagian keuntungan mudharibnya yang sudah disepakati antara pemilik rekening investasi dan bank sebelum pelaksanaan akad. Fungsi ini dapat dilihat dalam hal penyaluran dana yang dilakukan oleh bank syariah, baik yang dilakukan dengan mempergunakan prinsip jual beli maupun dengan menggunakan prinsip bagi hasil.
Bank-bank Islam bisa melakukan fungsi ini berdasarkan kontrak mudharabah atau sebuah ‘agency contract’. Menurut akad mudharabah bank di dalam kapasitasnya sebagai seorang mudharib yaitu seseorang yang melakukan investasi dana-dana pihak-pihak lain hanya menerima suatu bagian keuntungan jika memperoleh keuntungan. Tetapi, jika teijadi kerugian maka bank tidak berhak memperoleh imbalan atas usahanya dan kerugian dibebankan kepada penyedia dana (rabul mat). Menurut agency contract, bank menerima satu jumlah sekaligus (lump sum) atau persentase dari jumlah dana yang diinvestasikan tanpa memperhatikan apakah diperoleh keuntungan atau tidak.

Pustaka

Penghimpunan dana dan distribusi hasil usaha bank syariah Oleh Wiroso., SE., MBA

Alur Operasional Bank Syariah

Secara konsep operasional Lembaga Keuangan Syariah, baik Bank Umum Syariah (BUS), Kantor Cabang Syariah bank konvesional Unit Usaha Syariah (UUS), Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), Baitul Maal wat Tamwil (BMI) dan alur operasional dan konsep syariahnya tidaklah berbeda. Yang membedakan Bank Umum Syariah, Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), dan Baitul Mal wat Tamwil (BMI) adalah pada skalanya saja, misalnya bank umum syariah dalam menghimpun dana dan menyalurkan dana dalam jumlah yang besar-besar, BPRS pada jumlah yang sedang-sedang saja, serta BMT pada jumlah-jumlah yang kecil dan mikro, dimana jumlah-jumlah tersebut sangat tergantung pada besaran risiko yang ditanggung oleh Lembaga Keuangan Syariah tersebut. Secara umum alur operasional Lembaga Keuangan Syariah khususnya perbankan sebagaimana tercermin dalam gambar berikut.



Dari gambar tersebut di atas dapat dijabarkan sebagai berikut. 1. Dalam penghimpunan dana bank syariah menggunakan dua prinsip, yaitu a) Prinsip wadiah yad dhamanah yang diaplikasikan pada giro wadiah dan tabungan wadiah dan b) Prinsip mudharabah mutlaqah yang diaplikasikan pada produk deposito mudharabah dan tabungan mudharabah. Selain itu, bank syariah juga mempunyai sumber dana lain yang berasal dari modal sendiri. Semua penghimpunan dana atau sumber dana tersebut dicampur menjadi satu dalam bentuk pooling dana. Dalam penghimpunan dana inilah bank syariah sangat berperan sebagai manager investasi dari pemilik dana yang dihimpun untuk memperoleh pendapatan atau untuk memdapatkan bagian basil usaha. Banyak timbul pertanyaan, apakah bank syariah berbagi hasil dengan semua pemilk dana yang dihimpun ? Bank syariah hanya berbagi hasil dengan pemilik dana yang dihimpun dengan prinsip mudharabah khususnya dengan prinsip mudharabah mutlaqah atau dana investasi tidak terikat. Dana dengan prinsip mudharabah merupakan dana investasi sehingga bank syariah berbagi hasil hanya kepada pemilik dana yang mempergunakan prinsip mudharabah dan bank syariah tidak berbagi hasil dengan pemilik dana dengan prinsip wadiah karena wadiah merupakan titipan. Besarnya pendapatan yang diterima oleh pemilik dana mudharabah merupakan sebagian dari pendapatan yang diterima secara tunai dan penyaluran dana yang dilakukan oleh bank syariah. Oleh karena itu, dana yang dihimpun dengan prinsip mudharabah merupakan salah satu unsur dalam melakukan perhitungan distribusi hasil usaha (profit distribution). 2. Dana bank syariah yang dihimpun disalurkan dengan pola-pola penyaluran dana yang dibenarkan syariah. Secara garis besar penyaluran bank syariah dilakukan dengan tiga pola penyaluran, yaitu a) prinsip jual beli yang meliputi murabahah, salam dan salam paralel, istishna dan istishna paralel, b) prinsip bagi hasil yang meliputi pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah, dan c) prinsip ujroh yaitu ijarah dan ijarah muntahiayah bittamllik. Oleh karena dana bank syariah dicampur menjadi satu dalam bentuk pooling dana maka dalam penyaluran tersebut tidak diketahui dengan jelas sumber dananya dari prinsip penghimpunan dana yang mana dari prinsip wadiah atau dari prinsip mudharabah atau dari sumber dana modal sendiri. 3. Atas penyaluran dana tersebut akan diperoleh pendapatan yaitu dalam prinsip jual beli lazim disebut dengan margin atau keuntungan dan prinsip bagi hasil akan menghasilkan bagi basil usaha serta dalam dalam prinsip ujroh akan memperoleh upah (sewa). Pendapatan dari penyaluran dana ini disebut dengan pendapatan operasi utama yang merupakan pendapatan yang akan dibagi-hasilkan, pendapatan yang merupakan unsur perhitungan distribusi basil usaha (profit distribution). Walaupun, dalam akuntansi perbankan syariah diperkenankan mengakui pendapatan atas dasar akrual (acrual basis), namun sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 14/DSN-MUI/IX/2000 pendapatan yang dibagikan kepada pemilik dana didasarkan pada pendapatan yang benar-benar terjadi (cash basis). Disamping itu, bank syariah memperoleh pendapatan operasi lainya yang berasal dari pendapatan jasa perbankan yang merupakan pendapatan sepenuhnya milik bank syariah. 4. Dan pendapatan inilah yang akan dibagi hasilkan antara pemilik dana dan pengelola dana. Secara prinsip, pendapatan yang akan dibagihasilkan antara pemilik dana dengan pengelola dana adalah pendapatan dari penyaluran dana yang sumber dananya berasal dan mudharabah mutaqlah. Pada dasarnya, perhitungan distribusi hasil usaha hanya dilakukan oleh mudharib karena sesuai dengan prinsip mudharabah bahwa mudharib diberi kekuasan penuh dalarn mengelola dana tanpa adanya campur tangan shaibul maal (pemilik dana) sehingga yang mengetahui besaran hasil usaha tersebut adalah mudharib. Dalam akad mudharabah yang dilakukan antara nasabah (deposan) dengan bank syariah sebagai mudharib – penghimpunan dana yang dilakukan oleh bank syariah – perhitungan distribusi hasil usaha (profit distribution) dilakukan oleh bank syariah sedangkan dalam akad mudharabah yang dilakukan antara nasabah debitur dengan bank sebagai shahibul maal – penyaluran dana yang dilakukan oleh bank syariah – perhitungan distribusi hasil usaha (profit distribution) dilakukan oleh debitur sebagai mudharib. 5. Pendapatan bank syariah tidak hanya dari bagian pendapatan pengelolaan dana mudharabah saja, tetapi ada pendapatan-pendapatan yang lain yang menjadi hak sepenuhnya bank syariah dimana pendapatan-pendapatan tersebut tidak dibagihasilkan antara pemilik dan pengelola dana (bank). Pendapatan-pendapatan tersebut yaitu pendapatan yang berasal dari fee base income, misalnya pendapatan atas fee kliring, fee transfer, fee inkaso, fee pembayaran payroll dan fee lain dari jasa layanan yang diberikan oleh bank syariah. Disamping itu, pendapatan yang menjadi milik ( bank syariah sepenuhnya adalah pendapatan dari mudharabah muqayyadah (investasi terikat) dimana bank syariah bertindak sebagai agen. Kegiatan Usaha Bank Syariah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 tertanggal 14 Oktober 2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Beberapa pasal yang megatur kegiatan usaha syariah adalah sebagai berikut. 1. Pasal 36 Bank wajib menerapkan prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian dalam melakukan kegiatan usahanya, yakni meliputi sebagai berikut. a. Melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi, antara lain 1. giro berdasarkan prinsip wadia’ah; 2. tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah dan atau mudharabah; 3. deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah. b. Melakukan penyaluran dana meliputi sebagai berikut: 1. prinsip jual beli berdasarkan akad, antara lain a). murabahah; b). istishna; c). salam; 2. prinsip bagi hasil berdasarkan akad, antara lain a). mudharabah; b). musyarakah; 3. prinisp sewa menyewa berdasarkan akad, antara lain a). ijarah; b). ijarah muntahiya bittamllik; 4. prinsip pinjam meminjam berdasarkan akad qardh. c. Melakukan pemberian jasa pelayanan perbankan berdasarkan prinsip, antara lain 1. wakalah; 2. hawalah; 3. kafalah; 4. rahn. d. Membeli, menjual, dan/atau menjamin atas risiko sendiri surat-surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying transaction) berdasarkan prinsip syariah. e. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh Pemerintah dan/atau Bank Indonesia. f. Menerbitkan surat berharga berdasaPenghimpunan dana dan distribusi hasil usaha bank syariah g. Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabah berdasarkan prinsip syariah. h. Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah. i. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan prinsip wadiah yad amanah. j. Melakukan kegiatan penitipan termasuk penataan usahanya untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah. k. Memberikan fasilitas letter of credit (L/C) berdasarkan prinsip syariah. l. Memberikan fasilitas garansi bank berdasarkan prinsip syariah. m. Melakukan kegiatan usaha kartu debet (charge card) berdasarkan prinsip syariah. n. Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan akad wakalah; o. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan bank sepanjang disetujui oleh Bank Indonesia dan mendapatkan fatwa Dewan Syariah Nasional. 2. Pasal 37 (1) Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, bank dapat pula a. melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan akad sharf; b. melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan berdasarkan prinsip syariah seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan; c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan prinsip syariah untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan d. bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan dana pensiun yang berlaku. (2) Bank syariah dalam melaksanakan fungsi sosial dapat bertindak sebagai penerima dana sosial antara lain dalam bentuk zakat, infaq, shadaqah, waqaf, hibah, dan menyalurkannya sesuai syariah atas nama bank atau lembaga anvil zakat yang ditunjuk oleh pemerintah. 3. Pasal 38 (1) Bank wajib mengajukan permohoan persetujuan kepada Bank Indonesia atas produk dan jasa baru yang akan dikeluarkan. (2) Permohonan persetujuan atas produk dan jasa baru yang akan dikeluarkan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) wajib dilampiri dengan fatwa Dewan Syariah Nasional. 4. Pasal 39 (1) Bank dilarang melakukan kegiatan usaha perbankan secara konvensional. (2) Bank dilarang mengubah kegiatan usaha menjadi bank konvensional Pustaka Penghimpunan dana dan distribusi hasil usaha bank syariah Oleh Wiroso., SE., MBA

Surat Pendirian Yayasan

PENDIRIAN YAYASAN _____ Pada hari ini hari _____ tanggal _____ bulan _____ tahun _____ . Berhadapan dengan saya _____ , Sarjana Hukum Notaris di _____ , dengan hadirnya saksi-saksi yang saya _____ Notaris kenal dan akan disebutkan dalam akhir akta ini: Tuan _____ , lahir di _____ , pada tanggal _____ (_____), pekerjaan _____ , bertempat tinggal di _____ , pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor: _____ , Warga Negara Indonesia; Para penghadap masing-masing diperkenalkan kepada saya, Notaris, yang satu oleh para penghadap lainnya. Para penghadap untuk diri sendiri dan/atau selaku kuasa seperti tersebut menerangkan dengan ini, dengan mengumpulkan uang sebesar Rp _____ (_____ Rupiah) yang telah dipisahkan dari kekayaan mereka telah mendirikan suatu Yayasan, dengan memakai Anggaran Dasar sebagai berikut: NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 Yayasan ini bernama: Yayasan _____ disingkat “_____” dan bertempat kedudukan di _____ , dengan cabang-cabang di tempat-tempat lain menurut keputusan Badan Pengurus dengan persetujuan Badan Pendiri. WAKTU Pasal 2 Yayasan ini didirikan pada waktu akta ini ditandatangani dan didirikan untuk waktu yang lamanya tidak ditentukan. AZAS Pasal 3 Yayasan ini berasaskan Pancasila dan Undang-Undang DASAR 1945 (seribu sembilan ratus empat puluh lima). MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 4 Maksud dan tujuan Yayasan ini adalah: Membantu Pemerintah dalam program mencerdaskan bangsa, dengan jalan memajukan pendidikan, memberikan penyuluhan, pengkajian ilmiah sesuai dengan bidang-bidangnya dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sesuai nilai-nilai sosial budaya bangsa Indonesia. USAHA Pasal 5 Untuk mencapai maksud dan tujuannya, Yayasan ini menjalankan usaha-usahanya sebagai berikut: a. mendirikan lembaga pendidikan dan pelatihan di bidang manajemen dan ilmu pengetahuan lainnya; b. mendirikan lembaga-lembaga pengembangan dan pengkajian di bidang manajemen dan ilmu pengetahuan lainnya; c. menyelenggarakan ceramah dan/atau seminar dibidang manajemen dan ilmu pengetahuan lainnya; d. mengadakan pertukaran tenaga-tenaga ahli baik dari dalam maupun dari luar negeri; e. menerbitkan brosur-brosur, buletin, majalah-majalah, dan buku-buku, serta alat-alat media lainnya; dan mengusahakan percetakan; f. memberikan beasiswa kepada para siswa dan/atau para mahasiswa program pendidikan dan pelatihan yang berprestasi; g. menjalankan usaha-usaha lainnya yang sejalan dengan maksud dan tujuan Yayasan serta tidak bertentangan dengan Undang-Undang. Segala sesuatu dalam arti kata seluas-luasnya. KEKAYAAN Pasal 6 1. Kekayaan Yayasan terdiri dari: a. pangkal kekayaan pertama tersebut di atas; b. uang sokongan/sumbangan dari masyarakat, pemerintah maupun swasta, baik dari dalam maupun dari luar negeri yang tidak mengikat; c. hibah-hibah wasiat dan hibah-hibah biasa; d. penghasilan-penghasilan dari usaha-usaha Yayasan; e. bantuan dari orang-orang dan badan-badan yang menaruh minat pada Yayasan; f. pendapatan-pendapatan lainnya yang sah. 2. Uang yang tidak segera dibutuhkan guna keperluan Yayasan disimpan atau dijalankan menurut cara-cara yang akan ditentukan dalam anggaran rumah tangga. BADAN PENDIRI Pasal 7 1. Anggota Badan Pendiri terdiri dari: a. yang mendirikan Yayasan; b. mereka yang atas usul seorang atau lebih anggota Badan pendiri yang hendak mengundurkan diri, telah ditunjuk oleh rapat anggota Badan pendiri, untuk menjadi penggantinya; c. mereka yang diangkat oleh rapat anggota Badan pendiri mengingat jasa-jasa mereka terhadap Yayasan; d. mereka yang menurut pendapat Badan pendiri selama berdirinya Yayasan telah memberikan jasa-jasa yang berguna bagi Yayasan ini. 2. Badan Pendiri merupakan badan tertinggi, yang mempunyai wewenang dan kekuasaan: a. menetapkan perubahan anggaran dasar; b. mengangkat dan memberhentikan para anggota Badan pengurus; c. menetapkan garis-garis besar kebijaksanaan yang harus dijalankan oleh Badan pengurus; d. membubarkan Yayasan. 3. Keanggotaan Badan Pendiri berakhir karena: a. meninggal dunia atau dibubarkan; b. atas permintaan sendiri; c. dinyatakan pailit atau ditaruh di bawah pengampuan (curatele); d. diberhentikan oleh rapat badan pendiri. 4. Rapat badan pendiri dianggap sah jikalau sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota Badan Pendiri hadir. 5. Keputusan-keputusan Badan Pendiri sedapat mungkin ditetapkan secara musyawarah mufakat dengan ketentuan jika tidak tercapai kata mufakat dilakukan dengan pemungutan suara. Dengan ketentuan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) ditambah satu dari jumlah anggota Badan Pendiri yang hadir atau diwakili. 6. Rapat Badan Pendiri dapat diadakan setiap waktu dan setidak-tidaknya setahun sekali manakala dianggap perlu oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) dari jumlah Badan Pendiri. 7. Rapat Badan Pendiri untuk mempertimbangkan persetujuan dan pengesahan laporan tahunan Badan Pengurus diadakan selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan terhitung dari penutupan Tahun Buku Yayasan. 8. Tata cara rapat Badan Pendiri, diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga. BADAN PENGURUS Pasal 8 1. Yayasan ini diurus oleh suatu Badan Pengurus, yang terdiri dari sedikit-dikitnya 6 (enam) orang, dengan susunan sebagai berikut: ― 1 (satu) orang ketua; ― 1 (satu) orang wakil ketua; ― 1 (satu) orang sekretaris; ― 1 (satu) orang bendahara; ― 2 (dua) orang anggota atau lebih. 2. Anggota Badan Pengurus diangkat untuk 5 (lima) tahun lamanya dan ditetapkan tentang kedudukan mereka masing-masing serta dapat diberhentikan sewaktu-waktu oleh Rapat badan Pendiri. 3. Keanggotaan Badan Pengurus berakhir karena: a. meninggal dunia; b. atas permintaan sendiri; c. dinyatakan pailit atau ditaruh di bawah pengampuan (curatele); d. diberhentikan oleh Rapat Badan Pendiri. 4. Jika terjadi lowongan, maka anggota-anggota Badan Pengurus lainnya dapat mengajukan calon-calon untuk mengisi lowongan itu kepada Badan Pendiri yang dapat menguatkan usul itu, akan tetapi Badan Pendiri dapat menunjuk orang lain, dengan tidak mengindahkan calon-calon yang diusulkan oleh anggota-anggota Badan Pengurus. HAK DAN KEWAJIBAN BADAN PENGURUS Pasal 9 1. Badan Pengurus berkewajiban menjalankan peraturan-peraturan tersebut dalam anggaran dasar ini. 2. Badan Pengurus membuat rencana anggaran rumah tangga mengenai semua hal yang tidak atau tidak cukup diatur dalam anggaran dasar ini dan membuat peraturan-peraturan yang dipandang perlu dan berguna untuk yayasan, termasuk rencana kerja Yayasan untuk 5 (lima) tahun. 3. Peraturan-peraturan tersebut dalam ayat di atas tidak boleh bertentangan dengan anggaran dasar Yayasan dan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Rapat Badan pendiri. 4. Selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) bulan terhitung dari penutupan Tahun Buku Yayasan, Badan Pengurus memberi laporan kepada rapat Badan Pendiri tentang jalannya Yayasan mengenai tahun buku yang lampau. Pasal 10 1. Ketua bersama-sama dengan sekretaris berhak mewakili Yayasan di dalam dan di luar pengadilan, dan karenanya berhak melakukan segala tindakan, baik yang mengenai pengurusan maupun yang mengenai pemilikan, akan tetapi untuk: a. membuat pinjaman guna atau atas tanggungan Yayasan atau meminjamkan uang Yayasan kepada pihak lain; b. membeli, menjual, atau dengan jalan lain mendapatkan atau melepaskan hak atas atau memberatkan barang-barang yang tidak bergerak; c. mengikat Yayasan sebagai penanggung/peminjam; d. menggadaikan barang-barang bergerak kepunyaan Yayasan; e. turut serta sebagai pesero diam dalam perseroan komanditer di bawah firma; Haruslah mendapat persetujuan tertulis terlebih dahulu dari rapat Badan Pendiri. 2. Surat-surat keluar harus ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris, dan dalam hal pengeluaran dan/atau penerimaan uang turut ditandatangani oleh Bendahara. 3. Wakil ketua membantu ketua, dalam hal ketua berhalangan atau tidak ada, kejadian mana tidak perlu dibuktikan kepada pihak lain, maka dalam hal demikian Wakil Ketua, mempunyai Wewenang yang sama dengan Ketua. 4. Dengan tidak mengurangi wewenangnya, Ketua dan Sekretaris berhak memberi kuasa kepada pihak lain dengan surat kuasa. 5. Badan Pengurus harus mengadakan pembagian kerja di antara para anggotanya secara efektif dan efisien. RAPAT BADAN PENGURUS Pasal 11 1. Badan Pengurus diwajibkan mengadakan rapat sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam setahun, dan setiap waktu jikalau dianggap perlu oleh Ketua atau sekurang-kurangnya 2 (dua) dari jumlah anggota Badan Pengurus yang memberitahukan kehendaknya itu dengan tertulis kepada Ketua. 2. Di dalam semua rapat, Ketua memegang pimpinan. Jikalau Ketua tidak hadir, rapat dipimpin oleh Wakil ketua, dan jikalau Wakil Ketua pun tidak hadir, maka rapat dipimpin oleh salah seorang yang dipilih dari dan oleh mereka yang hadir. 3. Rapat Badan Pengurus dianggap sah, jikalau sekurang-kurangnya 1/2 (setengah) ditambah 1 (satu) dari jumlah anggota Badan Pengurus hadir atau diwakili. 4. Jikalau yang hadir tidak cukup, Ketua rapat dapat memanggil rapat baru secepat-cepatnya 2 (dua) hari dan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung dari hari rapat yang tidak dapat diadakan tersebut; setelah itu dalam rapat mana dapat diambil keputusan-keputusan dari acara rapat yang tidak dapat diadakan tersebut, dengan tidak mengingat jumlah anggota yang hadir. 5. Keputusan rapat diambil dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat; apabila dengan cara tersebut tidak tercapai, maka keputusan diambil dengan cara pemungutan suara yang harus disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) ditambah satu dari jumlah anggota Badan Pengurus yang hadir atau diwakili. BADAN PENGAWAS Pasal 12 1. Bilamana perlu rapat Badan Pendiri dapat mengangkat Badan Pengawas. 2. Badan Pengawas Yayasan diangkat untuk 5 (lima) tahun lamanya dan ditetapkan tentang kedudukannya masing-masing serta dapat diberhentikan oleh rapat Badan Pendiri dan dapat diangkat kembali. 3. Badan Pengawas mempunyai kewajiban mengawasi pekerjaan Badan Pengurus. 4. Para anggota Badan Pengawas bersama-sama atau masing-masing setiap waktu jam kerja berhak memasuki bangunan-bangunan dan halaman-halaman serta tempat-tempat lain yang digunakan dan/atau dikuasai oleh Yayasan dan berhak memeriksa buku-buku, surat-surat berharga, memeriksa dan mencocokkan keadaan uang kas, dan lain sebagainya, serta mengetahui segala tindakan Badan Pengurus yang telah dijalankan. 5. Tiap-tiap anggota Badan Pengurus wajib memberikan penjelasan tentang segala hal yang ditanyakan oleh (para) anggota Badan Pengawas untuk kepentingan pemeriksaan. BADAN YAYASAN/PELINDUNG Pasal 13 1. Jikalau dianggap perlu, rapat Badan Pendiri dapat mengangkat Badan Penasihat/Pelindung Yayasan. 2. Badan Penasehat/Pelindung Yayasan diangkat untuk 5 (lima) tahun lamanya dan ditetapkan tentang kedudukannya masing-masing serta dapat diberhentikan oleh Rapat badan Pendiri dan dapat diangkat kembali. 3. Badan Penasihat/Pelindung berhak memberikan nasihat kepada Badan pendiri dan/atau Badan Pengawasan dan/atau Badan Pengurus baik diminta atau tidak. 4. Nasihat tersebut dapat disampaikan, baik tertulis ataupun lisan. 5. Nasihat-nasihat tersebut wajib diperhatikan dan dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh oleh Badan Pendiri dan/atau Badan Pengawas dan/atau Badan Pengurus, akan tetapi tidak bersifat mengikat. TAHUN BUKU Pasal 14 1. Tahun Buku Yayasan ini dimulai dari awal bulan Januari sampai dengan akhir bulan Desember tiap-tiap tahun. 2. Badan Pengurus diwajibkan membuat laporan tahunan yang disediakan bersama-sama dengan perhitungan pertanggungjawaban mengenai keuangan Yayasan. 3. Perhitungan dan pertanggungjawaban serta laporan tahunan tersebut harus disahkan oleh Rapat Badan Pendiri. Perubahan Tambahan atau Pembubaran Pasal 15 1. Keputusan untuk mengubah atau menambah anggaran dasar Yayasan ini atau untuk membubarkan Yayasan hanya sah, jikalau dalam rapat Badan Pendiri dihadiri atau diwakili oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota Badan Pendiri, dan usul yang berkenaan disetujui oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah suara para anggota Badan Pendiri yang hadir atau diwakili. 2. Keputusan untuk membubarkan Yayasan dapat diambil apabila atas usul Badan Pengurus ternyata, bahwa Yayasan tidak mempunyai kekuatan hidup lagi atau kekayaan Yayasan telah habis atau sedemikian kurangnya sehingga menurut Badan Pengurus tidak cukup lagi memenuhi ketentuan Yayasan. CARA MENGGUNAKAN SISA UANG Pasal 16 Jikalau Yayasan ini dibubarkan, maka dengan mengindahkan bunyinya Pasal 1665 dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Badan Pengurus berkewajiban untuk mengatur dan membereskan semua utang Yayasan di bawah pengawasan Badan pengawas, kecuali jika Rapat Badan Pendiri menentukan cara lain dan Rapat Badan Pendiri menentukan cara mempergunakan sisa uang kekayaan dengan memperhatikan dasar tujuan Yayasan. PENUTUP Pasal 17 Semua hal yang tidak atau tidak cukup diatur dalam Anggaran Dasar ini atau dalam Anggaran Rumah Tangga, akan diputuskan oleh Rapat Badan Pendiri untuk pertama kali. Susunan Badan Pengurus terdiri dari: Ketua : _____ Wakil Ketua : _____ Sekretaris : _____ Bendahara : _____ Anggota : _____ Sebagai Yang Telah Diuraikan: Dibuat dan dilangsungkan di _____ , pada hari dan tanggal tersebut di atas, dengan dihadiri oleh _____ dan _____ kedua-duanya pegawai Notaris bertempat tinggal di _____ sebagai saksi-saksi. Akta ini dengan segera telah saya, Notaris, bacakan kepada para penghadap dan para saksi-saksi, ditandatangani oleh para penghadap, kemudian oleh saksi-saksi, dan saya, Notaris

Surat Ijin Pendirian Usaha

“USAHA DAGANG” UD _____ NOMOR: _____ Pada hari ini _____ tanggal _____ Menghadap pada saya, _____ , Notaris di _____ , dengan dihadiri para saksi yang telah dikenal oleh saya, Notaris, dan nama-namanya akan disebutkan pada bagian akhir akta ini: _____ . _____ , lahir tanggal _____ , Warga Negara Indonesia, pekerjaan _____ , bertempat tinggal di _____ Pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor ____ . Penghadap telah saya, Notaris kenal _____ . Penghadap menerangkan dengan akta ini, bahwa penghadap telah membuka dan mengusahakan sebuah Usaha Dagang berkedudukan di _____ , dan untuk usaha tersebut berlaku ketentuan-ketentuan sebagai berikut: Pasal 1 Usaha dagang ini berusaha dengan nama “UD _____”, berkedudukan di Jalan _____ . Jika dianggap perlu, di tempat-tempat lain dapat didirikan atau dibuka cabang-cabangnya, kantor-kantornya, dan atau perwakilan-perwakilan. Pasal 2 Maksud dan Tujuan Perusahaan ini: 1. Melakukan usaha yang bergerak dalam bidang Perdagangan Umum dalam arti seluas-luasnya, termasuk perdagangan Motor, Mobil, Properti, ekspor, impor, interinsulair, dan lokal dari semua, dan segala barang serta bahan yang dapat diperdagangkannya, juga bertindak sebagai grossier, leveransier, distributor, supplier, dealer, sub-dealer, agen dan perdagangan perantara. 2. Melakukan usaha yang bergerak dalam bidang Industri Makanan dalam arti yang seluas-luasnya. 3. Melakukan usaha yang bergerak dalam bidang Mebeler, Handicraft dalam arti seluas-luasnya. 4. Melakukan usaha yang bergerak dalam bidang Angkutan Penumpang dan Barang di darat. Pasal 3 Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut di atas tadi, maka usaha dagang ini berhak untuk menjalankan semua dan segala usaha-usaha serta tindakan yang berhubungan langsung dengan maksud dan tujuan tersebut di atas tadi, asal dapat memperoleh keuntungan yang sah dan halal. Pasal 4 Usaha dagang ini didirikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya, dan telah dimulai sejak saat ditandatangani akta pendiriannya ini. Pasal 5 Modal usaha ini tidak ditentukan besarnya, dan semua modal yang dibutuhkan untuk usaha dagang ini seluruhnya menjadi beban dan tanggungan penuh dan luas dari penghadap Tuan _____ . Pasal 6 Untuk usaha dagang ini diadakan buku-buku tersendiri yang akan menunjukkan pula besarnya modal yang telah disetorkan/dimasukkan di dalam usaha dagang ini oleh penghadap, buku-buku mana akan ditutup pada tiap-tiap akhir tahun dan segera disusun neraca dan perhitungan laba rugi dari usaha dagang tersebut. Pasal 7 Untung rugi dari semua usaha ini seluruhnya menjadi beban dan tanggungan penuh serta luas dari penghadap Tuan _____ , tersebut di atas tadi yang oleh karenanya, maka ia berhak untuk mewakili usaha dagang ini baik di dalam maupun di luar Pengadilan serta menandatangani untuk dan atas nama usaha dagang ini dalam segala perbuatan, pengurusan, maupun untuk melakukan perbuatan pemilikan dan pemurbaan, maka dari itu berhak untuk mengikat usaha dagang ini dengan pihak lain, dan sebaliknya pula untuk mengikat pihak lain dengan usaha dagang ini dalam arti yang seluas dan tidak ada pembatasan sedikit pun juga. Penghadap Tuan_____ , tersebut berhak pula untuk mengangkat seorang pemegang kuasa atau lebih dengan hak serta kekuasaan yang akan ditentukan olehnya. Pasal 8 Apabila penghadap Tuan _____ , tersebut meninggal dunia, maka usaha dagang ini dan semua segala sesuatu yang termasuk di dalam usaha dagang ini akan menjadi miliknya, dan dapat diteruskan serta dilanjutkan oleh segenap ahli warisnya penghadap tersebut dengan memakai terus nama usaha dagang ini. Pasal 9 Apabila perusahaan ini bubar, maka urusan-urusannya akan diselesaikan dan dibereskan oleh penghadap Tuan _____ , tersebut. Pasal 10 Di dalam semua dan segala sesuatu yang bertalian dengan perusahaan ini dan segala akibat-akibatnya, maka penghadap telah memilih domisili yang tetap dan umum di kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri di Kabupaten _____ . DEMIKIAN AKTA INI Dibuat untuk menjadi bukti yang sah, ditandatangani, dan diresmikan di _____ , pada hari, tanggal, bulan dan tahun seperti tersebut pada permulaan akta ini, dengan dihadiri oleh: 1. _____ 2. _____ Keduanya pegawai kantor Notaris, sebagai para saksi. Akta ini sesudah saya, Notaris bacakan kepada para penghadap dan saksi, maka lalu ditandatangani oleh para penghadap, saya, Notaris, dan saksi-saksi. Dikerjakan dengan tanpa perubahan. Asli akta ini telah ditandatangani secukupnya. Diberikan sebagai salinan yang sama bunyi dengan aslinya.

Pengertian Bank Klasifikasi , Tugas dan Fungsi Kegiatannya

Pengertian Bank Klasifikasi , Tugas dan Fungsi Kegiatannya a. Pengertian Bank Pada Pasal 1 (butir 2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, dikatakan bahwa “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dari definisi di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu: Usaha pokok bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, seperti tabungan, deposito, maupun giro, dan menyalurkan dana simpanan tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan, baik dalam bentuk kredit maupun bentuk-bentuk lainnya. b. Klasifikasi Bank Klasifikasi bank berdasarkan kepemilikan : a. Bank Milik Negara Adalah bank yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. Tahun 1999 lalu lahir bank pemerintah yang baru yaitu Bank Mandiri, yang merupakan hasil merger atau penggabungan bank-bank pemerintah yang ada sebelumnya. b. Bank Pemerintah Daerah Adalah bank-bank yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Bank milik Pemerintah Daerah yang umum dikenal adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD), yang didirikan berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1962. Masing-masing Pemerintah Daerah telah memiliki BPD sendiri. Di samping itu beberapa Pemerintah Daerah memiliki Bank Perkreditan Rakyat (BPR). c. Bank Swasta Nasional Setelah pemerintah mengeluarkan paket kebijakan deregulasi pada bulan Oktober 1988 (Pakto 1988), muncul ratusan bank-bank umum swasta nasional yang baru. Namun demikian, bank-bank baru tersebut pada akhirnya banyak yang dilikuidasi oleh pemerintah. Bentuk hukum bank umum swasta nasional adalah Perseroan Terbatas (PT), termasuk di dalamnya Bank Umum Koperasi Indonesia (BUKOPIN), yang telah merubah bentuk hukumnya menjadi PT tahun 1993. d. Bank Swasta Asing Adalah bank-bank umum swasta yang merupakan perwakilan (kantor cabang) bank-bank induknya di negara asalnya. Pada awalnya, bank-bank swasta asing hanya boleh beroperasi di DKI Jakarta saja. Namun setelah dikeluarkan Pakto 27, 1988, bank-bank swasta asing ini diperkenankan untuk membuka kantor cabang pembantu di delapan kota, yaitu Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, Denpasar, Ujung Pandang (Makasar), Medan, dan Batam. Bank-bank asing ini menjalaskan fungsi sebagaimana layaknya bank-bank umum swasta nasional, dan mereka tunduk pula pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. e. Bank Umum Campuran Bank campuran (joint venture bank) adalah bank umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh warga negara dan atau badan hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh warga negara Indonesia, dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar negeri. Modal disetor minimum untuk mendirikan bank campuran menurut Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992 ditetapkan sekurang-kurangnya Rp 100 milyar, dengan ketentuan penyertaan pihak bank yang berkedudukan di luar negeri sebesar-besarnya 85% dari modal disetor. Klasifikasi bank berdasarkan segi penyediaan jasa : a. Bank Devisa Bank devisa (foreign exchange bank) adalah bank yang dalam kegiatan usahanya dapat melakukan transaksi dalam valuta asing, baik dalam hal penghimpunan dan penyaluran dana, serta dalam pemberian jasa-jasa keuangan. Dengan demikian, bank devisa dapat melayani secara langsung transaksi-transaksi dalam skala internasional. b. Bank Non Devisa Bank umum yang masih berstatus non devisa hanya dapat melayani transaki-transaksi di dalam negeri (domestik). Bank umum non devisa dapat meningkatkan statusnya menjadi bank devisa setelah memenuhi ketentuan-ketentuan antara lain: volume usaha minimal mencapai jumlah tertentu, tingkat kesehatan, dan kemampuannya dalam memobilisasi dana, serta memiliki tenaga kerja yang berpengalaman dalam valuta asing c. Tugas Bank Sentral Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, Bank Indonesia mengemban tiga tugas yang dikenal sebagai Tiga Pilar Bank Indonesia, yaitu: a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan c. mengatur dan mengawasi Bank. Pelaksanaan ketiga bidang tugas tersebut mempunyai keterkaitan dan karenanya dilakukan secara saling mendukung guna tercapainya tujuan Bank Indonesia secara efektif dan efisien. d. Fungsi& Kegiatan Bank : Secara umum, fungsi bank sentral dalam sistem perbankan antara lain : 1.Melaksanakan kebijakan moneter dan keuangan; 2.Memberi nasehat pada pemerintah untuk soal-soal moneter dan keuangan; 3.Melakukan pengawasan, pembinaan,dan pengaturan perbankan; 4.Sebagai banker’s bank atau lender of last resort; 5.Memelihara stabilitas moneter; 6.Melancarkan pembiayaan pembangunan ekonomi; 7.Mendorong pengembangan perbankan dan sistem keuangan yang sehat. http://phaureula.blogdetik.com/2008/11/10/klasifikasi-bank/

Mudharabah

Pengertian Mudharabah Istilah “mudharabah” merupakan istilah yang paling banyak digunakan oleh bank-bank Islam. Prinsip ini juga dikenal sebagai “qiradh” atau “muqaradah”. Mudharabah adalah perjanjian atas suatu jenis perkongsian, dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan hasil usaha dibagikan sesuai dengan nisbah porsi bagi hasil yang telah disepakati bersama sejak awal maka kalau rugi shahibul maal akan kehilangan sebagian imbalan dari hasil kerja keras dan managerial skill selama proyek berlangsung. Imam Saraksi, salah seorang pakar perundangan Islam yang dikenal dalam kitabnya “al Mabsut” telah memberikan definisi mudharabah dan keterangan sebagai berikut. “Perkataan mudharabah adalah diambil daripada perkataan “dari (usaha) diatas bumi”. Dinamakan demikian karena mudharib (pengguna modal orang lain) berhak untuk bekerjasama bagi hasil atas jerih payah dan usahanya. Selain mendapatkan keuntungan ia juga berhak untuk mempergunakan modal dan menentukan tujuannya sendiri. Orang-orang Madinah memanggil kontrak jenis ini sebagai “muqaradah” dimana perkataan ini diambil dari perkataan “qard” berarti “menyerahkan” Dalam hal ini pemilik modal akan menyerahkan hak atas modalnya kepada amil (pengguna modal). Mudharabah disebut juga qiradh yang berarti “memutuskan”. Dalam hal ini, si pemilik uang itu telah memutuskan untuk menyerahkan sebilangan uangnya untuk diperdagangkannya berupa barang-barang dan memutuskan sekalian sebagian dari keuntungannya bagi pihak kedua orang yang berakad qiradh ini. Menurut istilah Syarak, mudharabah dikenal sebagai suatu akad atau perjanjian atas sekian uang untuk dipertindakkan oleh anvil (pengusaha) dalam perdagangan, kemudian keuntungannya dibagikan diantara keduanya menurut syarat-syarat yang ditetapkan terlebih dahulu, baik dengan sama rata maupun dengan kelebihan yang satu atas yang lain. Contoh mudharabah. Pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pengusaha untuk diusahakan dalam lapangan perniagaan, perindustrian dan sebagainya dengan dibagikan untuk kedua belah pihak menurut jumlah yang disetujui seperti 2 atau 3 atau 4 bagian. Tujuan akad mudharabah adalah supaya ada kerjasama kemitraan antara pemilik harta (modal) yang tidak ada pengalaman dalam perniagaan/perusahaan atau tidak ada peluang untuk berusaha sendiri dalam lapangan perniagaan, perindustrian dan sebagainya dengan orang berpengalaman di bidang tersebut tapi tidak punya modal. Ini merupakan suatu langkah untuk menghindari menyia-nyiakan modal pemilik harta dan menyia-nyikan keahlian tenaga ahli yang tidak mempunyai modal untuk memanfaatkan keahlian mereka. Mudharabah adalah suatu kerjasama kemitraan yang terdapat pada zaman jahiliah yang diakui Islam. Di antara orang yang melakukan kegiatan mudharabah ialah Nabi Muhammad SAW sebelum beliau menjadi Rasul, beliau bermudaharabah dengan calon istrinya Khadijah dalam melakukan perniagaan antara negeri Mekkah dengan Sham (Syria). Hati Khadijah tertarik dengan sifat¬sifat amanah, jujur, dan kebijaksanaan Muhammad dalam perniagaan dengan mendapat keuntungan berlipat ganda, akhirnya mereka dijodohkan oleh Allah SWT sebagai suami istri yang dikaruniakan dengan zuriat yang sholeh. Muhammad terus berdagang hingga menjelang saat beliau dilantik Allah SWT menjadi Rasul. Dalam transaksi dengan prinsip mudharabah harus dipenuhi rukun mudharabah meliputi, yaitu - shahibul maal/rabulmal (pemilik dana/nasabah), - mudharib (pengelola dana/pengusaha/bank), - amal (usaha/pekerjaan), dan - Ijab Qabul. Dilihat dan segi kuasa yang diberikan kepada pengusaha, mudharabah terbagi menjadi 2 jenis, yaitu sebagai berikut. - Mudharabah Muthlaqah (investasi tidak terikat) yaitu pihak pengusaha diberi kuasa penuh untuk menjalankan proyek tanpa larangan/gangguan apapun urusan yang berkaitan dengan proyek itu dan tidak terikat dengan waktu, tempat, jenis, perusahaan, dan pelanggan. Investasi tidak terikat ini pada usaha perbankan syariah diaplikasikan pada tabungan dan deposito. - Mudharabah Mugaidah/Mugayyadah (investasi terikat) yaitu pemilik dana (shahibul maal) membatasi/memberi syarat kepada mudharib dalam pengelolaan dana seperti misalnya hanya untuk melakukan mudharabah bidang tertentu, cara, waktu, dan tempat tertentu saja. Bank dilarang mencampurkan rekening investasi terikat dengan dana bank atau dana rekening lainnya pada saat investasi. Bank dilarang untuk investasi dananya pada transaksi penjualan cicilan tanpa penjamin atau jaminan. Bank diharuskan melakukan investasi sendiri tidak melalui pihak ketiga. Jadi, dalam investasi terikat ini pada prinsipnya kedudukan bank sebagai agen saja dan atas kegiatannya tersebut bank menerima imbalan berupa fee. Pola dalam investasi terikat dapat dilakukan dangan cara chanelling dan executing, yakni - chanelling, apabila semua risiko ditanggung oleh pemilik dana dan bank sebagai agen tidak menanggung risiko apapun; dan - executing, apabila bank sebagai agen juga menanggung risiko dan hal ini banyak yang menganggap bahwa investasi terikat executing ini sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip mudharabah, namun dalam Akuntansi Perbankan Syariah diakomodir karena dalam praktiknya pola ini dijalankan oleh bank syariah. Penghimpunan dana yang terkait dengan perhitungan distribusi hasil usaha adalah penghimpunan dana yang mempergunakan prinsip mudharabah yang diaplikasikan oleh bank syariah dalam produk deposito mudharabah dan tabungan mudharabah. Dalam penyaluran dana yang dilakukan bank syariah, salah satu prinsipnya adalah bagi basil yaitu pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah. Lain halnya kedudukan bank syariah sebagai agen dalam dana mudharabah. Jadi, sebelum dilakukan pembahasan penghimpunan dana dengan prinsip mudharabah secara rinci, hendaknya harus diketahui terlebih dahulu kedudukan bank dalam mudharabah. - Dalam penghimpunan dana dengan prinsip mudharabah mutlaqah (investasi tidak terikat) kedudukan bank sebagai mudharib (pihak yang mengelola dana) sedangkan sebagai pemilik dana atau shahibul maal adalah deposan/penabung (Sdr. Hamzah). Perhitungan distribusi hasil usaha dilakukan oleh bank syariah sebagai mudharib (pengelola dana). - Dalam penyaluran dana dengan prinsip mudharabah mutlaqah, kedudukan bank sebagai shahibul maal (pemilik dana) sedangkan sebagai pengelola dana/ mudharib adalah debitur (Sdri. Aminah). Perhitungan distribusi hasil usaha dilakukan oleh Aminah (debitur) sebagai pengelola dana. - Dalam penerimaan dana dengan prinsip mudharabah muqayyadah (Investasi Terikat), kedudukan bank hanya sebagai agen saja karena sebagai pemilik dana (shahibul maal) adalah Hamzah dan sebagai mudharib atau pengelola dana adalah Aminah. Pembagian hasil usaha dilakukan antara pemilik dana (Hamzah) dan mudharib (Aminal), bank syariah hanya menerima imbalan berupa fee saja. Perhitungan distribusi hasil usaha dilakukan oleh mudharib (Amanah). Pustaka-Mudharabah Penghimpunan dana dan distribusi hasil usaha bank syariah Oleh Wiroso,Wiroso, SE, MBA