Sabtu, 05 November 2011

Alur Operasional Bank Syariah

Secara konsep operasional Lembaga Keuangan Syariah, baik Bank Umum Syariah (BUS), Kantor Cabang Syariah bank konvesional Unit Usaha Syariah (UUS), Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), Baitul Maal wat Tamwil (BMI) dan alur operasional dan konsep syariahnya tidaklah berbeda. Yang membedakan Bank Umum Syariah, Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), dan Baitul Mal wat Tamwil (BMI) adalah pada skalanya saja, misalnya bank umum syariah dalam menghimpun dana dan menyalurkan dana dalam jumlah yang besar-besar, BPRS pada jumlah yang sedang-sedang saja, serta BMT pada jumlah-jumlah yang kecil dan mikro, dimana jumlah-jumlah tersebut sangat tergantung pada besaran risiko yang ditanggung oleh Lembaga Keuangan Syariah tersebut. Secara umum alur operasional Lembaga Keuangan Syariah khususnya perbankan sebagaimana tercermin dalam gambar berikut.



Dari gambar tersebut di atas dapat dijabarkan sebagai berikut. 1. Dalam penghimpunan dana bank syariah menggunakan dua prinsip, yaitu a) Prinsip wadiah yad dhamanah yang diaplikasikan pada giro wadiah dan tabungan wadiah dan b) Prinsip mudharabah mutlaqah yang diaplikasikan pada produk deposito mudharabah dan tabungan mudharabah. Selain itu, bank syariah juga mempunyai sumber dana lain yang berasal dari modal sendiri. Semua penghimpunan dana atau sumber dana tersebut dicampur menjadi satu dalam bentuk pooling dana. Dalam penghimpunan dana inilah bank syariah sangat berperan sebagai manager investasi dari pemilik dana yang dihimpun untuk memperoleh pendapatan atau untuk memdapatkan bagian basil usaha. Banyak timbul pertanyaan, apakah bank syariah berbagi hasil dengan semua pemilk dana yang dihimpun ? Bank syariah hanya berbagi hasil dengan pemilik dana yang dihimpun dengan prinsip mudharabah khususnya dengan prinsip mudharabah mutlaqah atau dana investasi tidak terikat. Dana dengan prinsip mudharabah merupakan dana investasi sehingga bank syariah berbagi hasil hanya kepada pemilik dana yang mempergunakan prinsip mudharabah dan bank syariah tidak berbagi hasil dengan pemilik dana dengan prinsip wadiah karena wadiah merupakan titipan. Besarnya pendapatan yang diterima oleh pemilik dana mudharabah merupakan sebagian dari pendapatan yang diterima secara tunai dan penyaluran dana yang dilakukan oleh bank syariah. Oleh karena itu, dana yang dihimpun dengan prinsip mudharabah merupakan salah satu unsur dalam melakukan perhitungan distribusi hasil usaha (profit distribution). 2. Dana bank syariah yang dihimpun disalurkan dengan pola-pola penyaluran dana yang dibenarkan syariah. Secara garis besar penyaluran bank syariah dilakukan dengan tiga pola penyaluran, yaitu a) prinsip jual beli yang meliputi murabahah, salam dan salam paralel, istishna dan istishna paralel, b) prinsip bagi hasil yang meliputi pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah, dan c) prinsip ujroh yaitu ijarah dan ijarah muntahiayah bittamllik. Oleh karena dana bank syariah dicampur menjadi satu dalam bentuk pooling dana maka dalam penyaluran tersebut tidak diketahui dengan jelas sumber dananya dari prinsip penghimpunan dana yang mana dari prinsip wadiah atau dari prinsip mudharabah atau dari sumber dana modal sendiri. 3. Atas penyaluran dana tersebut akan diperoleh pendapatan yaitu dalam prinsip jual beli lazim disebut dengan margin atau keuntungan dan prinsip bagi hasil akan menghasilkan bagi basil usaha serta dalam dalam prinsip ujroh akan memperoleh upah (sewa). Pendapatan dari penyaluran dana ini disebut dengan pendapatan operasi utama yang merupakan pendapatan yang akan dibagi-hasilkan, pendapatan yang merupakan unsur perhitungan distribusi basil usaha (profit distribution). Walaupun, dalam akuntansi perbankan syariah diperkenankan mengakui pendapatan atas dasar akrual (acrual basis), namun sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 14/DSN-MUI/IX/2000 pendapatan yang dibagikan kepada pemilik dana didasarkan pada pendapatan yang benar-benar terjadi (cash basis). Disamping itu, bank syariah memperoleh pendapatan operasi lainya yang berasal dari pendapatan jasa perbankan yang merupakan pendapatan sepenuhnya milik bank syariah. 4. Dan pendapatan inilah yang akan dibagi hasilkan antara pemilik dana dan pengelola dana. Secara prinsip, pendapatan yang akan dibagihasilkan antara pemilik dana dengan pengelola dana adalah pendapatan dari penyaluran dana yang sumber dananya berasal dan mudharabah mutaqlah. Pada dasarnya, perhitungan distribusi hasil usaha hanya dilakukan oleh mudharib karena sesuai dengan prinsip mudharabah bahwa mudharib diberi kekuasan penuh dalarn mengelola dana tanpa adanya campur tangan shaibul maal (pemilik dana) sehingga yang mengetahui besaran hasil usaha tersebut adalah mudharib. Dalam akad mudharabah yang dilakukan antara nasabah (deposan) dengan bank syariah sebagai mudharib – penghimpunan dana yang dilakukan oleh bank syariah – perhitungan distribusi hasil usaha (profit distribution) dilakukan oleh bank syariah sedangkan dalam akad mudharabah yang dilakukan antara nasabah debitur dengan bank sebagai shahibul maal – penyaluran dana yang dilakukan oleh bank syariah – perhitungan distribusi hasil usaha (profit distribution) dilakukan oleh debitur sebagai mudharib. 5. Pendapatan bank syariah tidak hanya dari bagian pendapatan pengelolaan dana mudharabah saja, tetapi ada pendapatan-pendapatan yang lain yang menjadi hak sepenuhnya bank syariah dimana pendapatan-pendapatan tersebut tidak dibagihasilkan antara pemilik dan pengelola dana (bank). Pendapatan-pendapatan tersebut yaitu pendapatan yang berasal dari fee base income, misalnya pendapatan atas fee kliring, fee transfer, fee inkaso, fee pembayaran payroll dan fee lain dari jasa layanan yang diberikan oleh bank syariah. Disamping itu, pendapatan yang menjadi milik ( bank syariah sepenuhnya adalah pendapatan dari mudharabah muqayyadah (investasi terikat) dimana bank syariah bertindak sebagai agen. Kegiatan Usaha Bank Syariah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 tertanggal 14 Oktober 2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Beberapa pasal yang megatur kegiatan usaha syariah adalah sebagai berikut. 1. Pasal 36 Bank wajib menerapkan prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian dalam melakukan kegiatan usahanya, yakni meliputi sebagai berikut. a. Melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi, antara lain 1. giro berdasarkan prinsip wadia’ah; 2. tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah dan atau mudharabah; 3. deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah. b. Melakukan penyaluran dana meliputi sebagai berikut: 1. prinsip jual beli berdasarkan akad, antara lain a). murabahah; b). istishna; c). salam; 2. prinsip bagi hasil berdasarkan akad, antara lain a). mudharabah; b). musyarakah; 3. prinisp sewa menyewa berdasarkan akad, antara lain a). ijarah; b). ijarah muntahiya bittamllik; 4. prinsip pinjam meminjam berdasarkan akad qardh. c. Melakukan pemberian jasa pelayanan perbankan berdasarkan prinsip, antara lain 1. wakalah; 2. hawalah; 3. kafalah; 4. rahn. d. Membeli, menjual, dan/atau menjamin atas risiko sendiri surat-surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying transaction) berdasarkan prinsip syariah. e. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh Pemerintah dan/atau Bank Indonesia. f. Menerbitkan surat berharga berdasaPenghimpunan dana dan distribusi hasil usaha bank syariah g. Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabah berdasarkan prinsip syariah. h. Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah. i. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan prinsip wadiah yad amanah. j. Melakukan kegiatan penitipan termasuk penataan usahanya untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah. k. Memberikan fasilitas letter of credit (L/C) berdasarkan prinsip syariah. l. Memberikan fasilitas garansi bank berdasarkan prinsip syariah. m. Melakukan kegiatan usaha kartu debet (charge card) berdasarkan prinsip syariah. n. Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan akad wakalah; o. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan bank sepanjang disetujui oleh Bank Indonesia dan mendapatkan fatwa Dewan Syariah Nasional. 2. Pasal 37 (1) Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, bank dapat pula a. melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan akad sharf; b. melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan berdasarkan prinsip syariah seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan; c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan prinsip syariah untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan d. bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan dana pensiun yang berlaku. (2) Bank syariah dalam melaksanakan fungsi sosial dapat bertindak sebagai penerima dana sosial antara lain dalam bentuk zakat, infaq, shadaqah, waqaf, hibah, dan menyalurkannya sesuai syariah atas nama bank atau lembaga anvil zakat yang ditunjuk oleh pemerintah. 3. Pasal 38 (1) Bank wajib mengajukan permohoan persetujuan kepada Bank Indonesia atas produk dan jasa baru yang akan dikeluarkan. (2) Permohonan persetujuan atas produk dan jasa baru yang akan dikeluarkan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) wajib dilampiri dengan fatwa Dewan Syariah Nasional. 4. Pasal 39 (1) Bank dilarang melakukan kegiatan usaha perbankan secara konvensional. (2) Bank dilarang mengubah kegiatan usaha menjadi bank konvensional Pustaka Penghimpunan dana dan distribusi hasil usaha bank syariah Oleh Wiroso., SE., MBA

0 comments:

Posting Komentar