Sabtu, 05 November 2011

Fungsi Bank Syariah

Bank syariah mempunyai fungsi yang berbeda dengan bank konvensional, fungsi bank syariah juga merupakan karakteristisk bank syariah. Dengan diketahui fungsi bank syariah yang jelas akan membawa dampak dalam pelaksanaan kegiatan usaha bank syariah. Banyak para pengelola bank syariah yang tidak memahami dan menyadari fungsi bank syariah ini yang menyamakan fungsi bank syariah dengan fungsi bank konvensional sehingga membawa dampak dalam pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh bank syariah yang bersangkutan.
Dari empat fungsi bank syariah berikut akan dibahas dua, yaitu
1. fungsi manager investasi, dan
2. fungsi investor yang berhubungan dengan pembagian hasil
usaha (profit distribution) yang dilakukan oleh bank syariah.
Disamping dua fungsi lainnya, yaitu fungsi sosial dan jasa keuangan (perbankan).

Manager Investasi.

Salah satu fungsi bank syariah yang sangat penting adalah sebagai manager investasi. Bank syariah merupakan manager investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dari dana yang dihimpun (dalam perbankan lazim disebut dengan deposan atau penabung), karena besar-kecilnya pendapatan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana tersebut sangat tergantung pada pendapatan yang diterima oleh bank syariah dalam mengelola dana mudharabah sehingga sangat tergantung pada keahlian, kehati-hatian, dan profesionalisme dari bank syariah. Bank syariah dapat menghimpun dana yang besar, kemudian dalam penyaluran dana dilakukan tidak efektif, kurang memperhatikan prinsip-prinsip kehati-hatian, sembarangan banyak yang macet atau banyak yang diketagorikan dalam non performing, banyaknya penyaluran dana yang tidak melakukan pembayaran angsuran maka membawa dampak pendapatan yang diikuti aliran kas masuk (cash basis) hanya sedikit yang diterima. Dengan adanya pendapatan yang cash basis sedikit maka pendapatan yang akan dibagi antara bank syariah dan shahibul maal juga sedikit, yang akhirnya membawa dampak kecilnya pendapatan yang diterima oleh pemilik dana (shahibul maal). Begitu sebaliknya, penyaluran dana yang tidak besar, namun dilakukan dengan efektif, efesien, dan produktif, serta kualitas penyaluran dana yang baik sehingga banyak debitur yang melakukan pembayaran angsuran atau pembayaran bagi hasil yang cukup banyak akan membawa dampak pada pendapatan yang akan dibagi antara bank syariah dan pemilik dana juga besar, yang mengakibatkan pendapatan diterima pemilik dana cukup besar. Dana yang dihimpun oleh bank syariah, hendaknya ditanamkan pada sektor yang produktif dan tidak melanggar prinsip-prinsip syariah.
Jadi, apa yang dilakukan oleh bank syariah, khususnya yang berkaitan dengan penyaluran dana akan membawa dampak atau risiko kepada pemilik dana (shahibul maal) dan dana yang dihimpun (deposan atau penabung mudhabah). Hal ini sangat berbeda dengan bank konvensional, begitu deposan memberikan dana kepada bank konvensional dan dijanjikan bunga tertentu, deposan tidak menananggung risiko. Bank konvensional bisa menyalurkan dana atau tidak, mendapatkan pendapatan besar atau tidak deposan akan menerima bunga tetap yang diperjanjikan.
Besarnya penyaluran dana atau investasi yang dilakukan oleh bank syariah bukanlah suatu indikasi pendapatan bagi hasil besar yang diterima oleh pemilik dana yang dihimpun (deposan atau penabung), tetapi kualitas dari penyaluran dana atau investasi yang dilakukan oleh bank syariah itulah yang mempunyai pengaruh langsung hasil yang diterima oleh pemilik dana yang dihimpun. Besarnya porsi pembagian pendapatan (nisbah) tidak menjamin besarnya bagi hasil yang akan diterima oleh pemilik dana, karena bagi hasil tersebut sangat dipengaruhi oleh pendapatan yang akan dibagikan (pendapatan operasi utama sebagai unsur perhitungan distribusi hasil usaha), pendapatan yang akan dibagikan sangat tergantung pada pendapatan penyaluran dana yang benar-benar diterima (cash basis) oleh bank syariah sebagai mudharib, pendapatan ini tergantung pada kualitas aktiva produktif (penyaluran dana), kualitas aktiva produktif tergantung pada proses dan prinsip-prinsip penyaluran dana.
Fungsi ini dapat dilihat pada segi penghimpunan dana bank syariah dalam menghimpun dana, khususnya dana mudharabah, bertindak sebagai manager investasi dalam arti dana tersebut harus dapat disalurkan pada penyaluran yang produktif, sehingga dana yang dihimpun tersebut harus dapat menghasilkan yang hasilnya akan dibagi hasilkan dengan pemilik dana. Bahkan, bank syariah tidak sepatutnya menghimpun dana mudharabah apabila tidak dapat menyalurkan dana tersebut pada hal yang produktif, karena hasil yang diperoleh akan tetap dan dibagikan kepada pemilik dana yang lebih banyak sehingga hal tersebut jelas akan merugikan pemilik dana yang sudah ada.
Pembayaran imbalan kepada pemilik dana yang dihimpun (shahibul maal) bank syariah tidak sama dengan pembayaran imbalan kepada pemilik dana bank konvensional (yang lazim disebut dengan deposan atau penabung). Bank konvensional memberikan imbalan kepada para deposannya dalam bentuk bunga dalam jumlah tetap dan ditentukan dimuka, tidak dipengaruhi oleh risiko atau masalah yang dihadapi oleh bank konvensional sedangkan imbalan pemilik dana (shahibul maal) bank syariah sangat tergantung pada pendapatan yang diperoleh oleh bank syariah sebagai mudharib dalam pengelolaan dana mudharah, bank syariah tidak diperkenankan memberikan imbalan dalam jumlah yang telah ditentukan di depan. Untuk memberikan gambaran perbedaan pemberian imbalan bank konvensional dengan bank syariah dapat ditunjukkan pada gambar skema disertai uraian sebagai berikut.

Bank konvensional menghimpun dana dalam bentuk deposito, tabungan, dan giro telah menentukan besarnya bunga tetap yang diberikan kepada nasabah, apa pun risiko yang dialami oleh bank konvensional – dapat menyalurkan dana atau tidak, memperoleh pendapatan besar atau tidak memperoleh pendapatan – pada saat jatuh tempo bank konvensional harus membayar bunga yang telah dijanjikan. Atas dana tersebut oleh bank kovensional disalurkan dalam bentuk kredit, dimana besamya bunga kredit ditentukan sebesar harga pokok dana (cost of fund) ditambah premi risiko, ditambah dengan beban overhead bank, ditambah dengan keuntungan yang diharapkan (yang lazimnya dikenal dengan base lending rate).
Misalnya, deposan bank konvensional menyerahkan uang dalam bentuk deposito berjangka dengan bunga 16% per tahun, pada umumnya dan penerimaan dana tersebut bank konvensional menyalurkan kembali dalam pemberian kredit kepada debitur dan menetapkan bunga minimal sebesar harga pokok dana (lending rate), misalnya dalam perhitungan sederhana sebesar 23 % per tahun (harga pokok sebesar 16%, ditambah beban overhead 4%, dan ditambah keuntungan diharapkan 3%). Berapa pun besarnya kredit yang dikenakan kepada debitur, berapa pun pendapatan yang diterima oleh bank konvensional maka pembayaran imbalan yang diberikan bank konvensional kepada deposan tetap sebesar 16% per tahun, tidak berpengaruh terhadap berapa besar bunga kredit kepada debitur. Misalnya, bank konvensional dapat menyalurkan kredit dengan bunga 23 % maka bank konvensional tetap membayar bunga deposito 16%, bank konvensional menyalurkan kredit dengan bunga 40% bank konvensional tetap membayar bunga deposito sebesar 16%, sebaliknya bank konvensional menyalurkan kredit dengan bunga 10% bank konvensional tetap membayar bunga deposito 16%, bahkan bank konvensional tidak dapat menyalurkan dana dalam bentuk kredit pun bank konvensional tetap harus membayar bunga deposito sebesar 16%. Apabila bank konvensional membayar bunga deposito (bunga atas dana pihak ketiga) lebih besar dari pendapatan penyaluran dana maka disebut dengan “negative spread”. Hal ini yang dialami oleh bank konvensional pada krisis moneter beberapa waktu yang lalu, dalam penghimpunan dana bank konvensional memberikan bunga 56% pertahun dan dalam penyaluran dana tidak ada nasabah yang mau mengambil kredit, karena tingginya bunga kredit.
Dalam bank syariah, imbalan yang diberikan kepada para deposan (penghimpunan dana) sangat tergantung pada pendapatan yang diperoleh atas pengelolaan atau penyaluran dana yang dilakukan oleh bank syariah, khususnya pendapatan yang telah diikuti dengan aliran kas masuk (cash basis) sehingga dan bulan ke bulan berikutnya penghasilannya tidak selalu sama.
Misalnya, bank syariah menerima dana mudharabah sebesar Rp 1 milyar, dana tersebut oleh bank syariah disalurkan pada investasi sesuai syariah dan menghasilkan pendapatan sebesar Rp 20.000.000,— maka imbalan yang diberikan kepada pemilik dana (nasabah) adalah didasarkan pada perhitungan distribusi hasil usaha atas pendapatan sebesar Rp 20.000.000,— dengan nisbah (pembagian) yang disepakati pada awal akad. Tetapi, apabila bank syariah atas pengelolaan dana (penyaluran dana) tersebut hanya mendapatkan hasil Rp 1.000.000,- maka imbalan yang diberikan kepada pemilik dana (deposan) didasarkan pada perhitungan distribusi hasil usaha atas pendapatan Rp 1.000.000,- Apabila bank syariah pengelolaan dana (penyaluran dana) tersebut hanya mendapatkan hasil Rp 1,- maka imbalan yang diberikan kepada pemilik dana (deposan) didasarkan pada perhitungan distribusi basil usaha atas pendapatan Rp 1,- Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa bank syariah tidak pernah mengalami negative spread, karena bank syariah tidak pernah membayarkan imbalan kepada pemilik dana yang lebih besar dan pendapatan yang diperoleh dari penyaluran dana.
Dalam menjalankan fungsinya, bank konvensional sebagai intermediary dalam pengeloaan uang antara pihak suplus dana dan pihak yang defisit dana tersebut bank konvensional memperoleh pendapatan. Dengan ungkapan yang sederhana tetapi gamblang dapat dikatakan bahwa kegiatan utama sebuah bank konvensional ialah menerima simpanan dari A, B, dan C dengan tingkat bunga tertentu (misalnya dalam contoh diatas 16%), kemudian meminjamkannya kepada orang lain dengan tingkat bunga yang lebih besar (misalnya dalam contoh diatas 23 %). DR Yusuf Al-Qardhawi menjelaskan bahwa spread (selisih) antara kedua tingkat bunga tersebut ialah yang menjadi keuntungan bank. Inilah fungsi utama dan misi sebuah bank. Jadi, bank konvensional merupakan pelaku “riba akbar”, yang mengantikan posisi pelaku “riba teri” tempo dulu. Ia juag merupakan “calo riba” yang memakan dan memberi riba.
Investor
Dalam penyaluran dana baik dalam prinsip bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), prinsip ujroh (ijarah dan ijarah muntahia bittamlik) maupun prinsip jual beli (murabahah, salam dan salam paralel, istishna dan istishna paralel) bank syariah berfungsi sebagai investor sebagai pemilik dana. Oleh karena sebagai pemilik dana maka dalam menanamkan dana dilakukan dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dan tidak melanggar syariah, ditanamkan pada sektor-sektor produktif dan mempunyai risiko yang sangat minim. Keahlian profesionalisme sangat diperlukan dalam menangani penyaluran dana ini. Penerimaan pendapatan dan kualitas aktiva produktif yang sangat baik menjadi tujuan yang penting dalam penyaluran dana, karena pendapatan yang diterima dalam penyaluran dana inilah yang akan dibagikan kepada pemilik dana (deposan atau penabung mudharabah). Jadi, fungsi ini sangat terkait dengan fungsi bank syariah sebagai manajer investasi.
Bank-bank Islam menginvestasikan dana yang disimpan pada bank tersebut (dana pemilik bank maupun dana rekening investasi) dengan menggunakan alat investasi yang sesuai dengan syari’ah. Investasi yang sesuai dengan syari’ah tersebut meliputi akad murabahah, sewa-menyewa, musyarakah, akad mudharabah, akad salam atau istisna’, pembentukan perusahaan atau akuisisi, pengendalian atau kepentingan lain dalam rangka mendirikan perusahaan, memperdagangkan produk, dan investasi atau memperdagangkan saham yang dapat dipeijual belikan atau real estate. Keuntungan dibagikan kepada pihak yang memberikan kontribusi dana setelah bank menerima bagian keuntungan mudharibnya yang sudah disepakati antara pemilik rekening investasi dan bank sebelum pelaksanaan akad. Fungsi ini dapat dilihat dalam hal penyaluran dana yang dilakukan oleh bank syariah, baik yang dilakukan dengan mempergunakan prinsip jual beli maupun dengan menggunakan prinsip bagi hasil.
Bank-bank Islam bisa melakukan fungsi ini berdasarkan kontrak mudharabah atau sebuah ‘agency contract’. Menurut akad mudharabah bank di dalam kapasitasnya sebagai seorang mudharib yaitu seseorang yang melakukan investasi dana-dana pihak-pihak lain hanya menerima suatu bagian keuntungan jika memperoleh keuntungan. Tetapi, jika teijadi kerugian maka bank tidak berhak memperoleh imbalan atas usahanya dan kerugian dibebankan kepada penyedia dana (rabul mat). Menurut agency contract, bank menerima satu jumlah sekaligus (lump sum) atau persentase dari jumlah dana yang diinvestasikan tanpa memperhatikan apakah diperoleh keuntungan atau tidak.

Pustaka

Penghimpunan dana dan distribusi hasil usaha bank syariah Oleh Wiroso., SE., MBA

Alur Operasional Bank Syariah

Secara konsep operasional Lembaga Keuangan Syariah, baik Bank Umum Syariah (BUS), Kantor Cabang Syariah bank konvesional Unit Usaha Syariah (UUS), Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), Baitul Maal wat Tamwil (BMI) dan alur operasional dan konsep syariahnya tidaklah berbeda. Yang membedakan Bank Umum Syariah, Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), dan Baitul Mal wat Tamwil (BMI) adalah pada skalanya saja, misalnya bank umum syariah dalam menghimpun dana dan menyalurkan dana dalam jumlah yang besar-besar, BPRS pada jumlah yang sedang-sedang saja, serta BMT pada jumlah-jumlah yang kecil dan mikro, dimana jumlah-jumlah tersebut sangat tergantung pada besaran risiko yang ditanggung oleh Lembaga Keuangan Syariah tersebut. Secara umum alur operasional Lembaga Keuangan Syariah khususnya perbankan sebagaimana tercermin dalam gambar berikut.



Dari gambar tersebut di atas dapat dijabarkan sebagai berikut. 1. Dalam penghimpunan dana bank syariah menggunakan dua prinsip, yaitu a) Prinsip wadiah yad dhamanah yang diaplikasikan pada giro wadiah dan tabungan wadiah dan b) Prinsip mudharabah mutlaqah yang diaplikasikan pada produk deposito mudharabah dan tabungan mudharabah. Selain itu, bank syariah juga mempunyai sumber dana lain yang berasal dari modal sendiri. Semua penghimpunan dana atau sumber dana tersebut dicampur menjadi satu dalam bentuk pooling dana. Dalam penghimpunan dana inilah bank syariah sangat berperan sebagai manager investasi dari pemilik dana yang dihimpun untuk memperoleh pendapatan atau untuk memdapatkan bagian basil usaha. Banyak timbul pertanyaan, apakah bank syariah berbagi hasil dengan semua pemilk dana yang dihimpun ? Bank syariah hanya berbagi hasil dengan pemilik dana yang dihimpun dengan prinsip mudharabah khususnya dengan prinsip mudharabah mutlaqah atau dana investasi tidak terikat. Dana dengan prinsip mudharabah merupakan dana investasi sehingga bank syariah berbagi hasil hanya kepada pemilik dana yang mempergunakan prinsip mudharabah dan bank syariah tidak berbagi hasil dengan pemilik dana dengan prinsip wadiah karena wadiah merupakan titipan. Besarnya pendapatan yang diterima oleh pemilik dana mudharabah merupakan sebagian dari pendapatan yang diterima secara tunai dan penyaluran dana yang dilakukan oleh bank syariah. Oleh karena itu, dana yang dihimpun dengan prinsip mudharabah merupakan salah satu unsur dalam melakukan perhitungan distribusi hasil usaha (profit distribution). 2. Dana bank syariah yang dihimpun disalurkan dengan pola-pola penyaluran dana yang dibenarkan syariah. Secara garis besar penyaluran bank syariah dilakukan dengan tiga pola penyaluran, yaitu a) prinsip jual beli yang meliputi murabahah, salam dan salam paralel, istishna dan istishna paralel, b) prinsip bagi hasil yang meliputi pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah, dan c) prinsip ujroh yaitu ijarah dan ijarah muntahiayah bittamllik. Oleh karena dana bank syariah dicampur menjadi satu dalam bentuk pooling dana maka dalam penyaluran tersebut tidak diketahui dengan jelas sumber dananya dari prinsip penghimpunan dana yang mana dari prinsip wadiah atau dari prinsip mudharabah atau dari sumber dana modal sendiri. 3. Atas penyaluran dana tersebut akan diperoleh pendapatan yaitu dalam prinsip jual beli lazim disebut dengan margin atau keuntungan dan prinsip bagi hasil akan menghasilkan bagi basil usaha serta dalam dalam prinsip ujroh akan memperoleh upah (sewa). Pendapatan dari penyaluran dana ini disebut dengan pendapatan operasi utama yang merupakan pendapatan yang akan dibagi-hasilkan, pendapatan yang merupakan unsur perhitungan distribusi basil usaha (profit distribution). Walaupun, dalam akuntansi perbankan syariah diperkenankan mengakui pendapatan atas dasar akrual (acrual basis), namun sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 14/DSN-MUI/IX/2000 pendapatan yang dibagikan kepada pemilik dana didasarkan pada pendapatan yang benar-benar terjadi (cash basis). Disamping itu, bank syariah memperoleh pendapatan operasi lainya yang berasal dari pendapatan jasa perbankan yang merupakan pendapatan sepenuhnya milik bank syariah. 4. Dan pendapatan inilah yang akan dibagi hasilkan antara pemilik dana dan pengelola dana. Secara prinsip, pendapatan yang akan dibagihasilkan antara pemilik dana dengan pengelola dana adalah pendapatan dari penyaluran dana yang sumber dananya berasal dan mudharabah mutaqlah. Pada dasarnya, perhitungan distribusi hasil usaha hanya dilakukan oleh mudharib karena sesuai dengan prinsip mudharabah bahwa mudharib diberi kekuasan penuh dalarn mengelola dana tanpa adanya campur tangan shaibul maal (pemilik dana) sehingga yang mengetahui besaran hasil usaha tersebut adalah mudharib. Dalam akad mudharabah yang dilakukan antara nasabah (deposan) dengan bank syariah sebagai mudharib – penghimpunan dana yang dilakukan oleh bank syariah – perhitungan distribusi hasil usaha (profit distribution) dilakukan oleh bank syariah sedangkan dalam akad mudharabah yang dilakukan antara nasabah debitur dengan bank sebagai shahibul maal – penyaluran dana yang dilakukan oleh bank syariah – perhitungan distribusi hasil usaha (profit distribution) dilakukan oleh debitur sebagai mudharib. 5. Pendapatan bank syariah tidak hanya dari bagian pendapatan pengelolaan dana mudharabah saja, tetapi ada pendapatan-pendapatan yang lain yang menjadi hak sepenuhnya bank syariah dimana pendapatan-pendapatan tersebut tidak dibagihasilkan antara pemilik dan pengelola dana (bank). Pendapatan-pendapatan tersebut yaitu pendapatan yang berasal dari fee base income, misalnya pendapatan atas fee kliring, fee transfer, fee inkaso, fee pembayaran payroll dan fee lain dari jasa layanan yang diberikan oleh bank syariah. Disamping itu, pendapatan yang menjadi milik ( bank syariah sepenuhnya adalah pendapatan dari mudharabah muqayyadah (investasi terikat) dimana bank syariah bertindak sebagai agen. Kegiatan Usaha Bank Syariah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 tertanggal 14 Oktober 2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Beberapa pasal yang megatur kegiatan usaha syariah adalah sebagai berikut. 1. Pasal 36 Bank wajib menerapkan prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian dalam melakukan kegiatan usahanya, yakni meliputi sebagai berikut. a. Melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi, antara lain 1. giro berdasarkan prinsip wadia’ah; 2. tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah dan atau mudharabah; 3. deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah. b. Melakukan penyaluran dana meliputi sebagai berikut: 1. prinsip jual beli berdasarkan akad, antara lain a). murabahah; b). istishna; c). salam; 2. prinsip bagi hasil berdasarkan akad, antara lain a). mudharabah; b). musyarakah; 3. prinisp sewa menyewa berdasarkan akad, antara lain a). ijarah; b). ijarah muntahiya bittamllik; 4. prinsip pinjam meminjam berdasarkan akad qardh. c. Melakukan pemberian jasa pelayanan perbankan berdasarkan prinsip, antara lain 1. wakalah; 2. hawalah; 3. kafalah; 4. rahn. d. Membeli, menjual, dan/atau menjamin atas risiko sendiri surat-surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying transaction) berdasarkan prinsip syariah. e. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh Pemerintah dan/atau Bank Indonesia. f. Menerbitkan surat berharga berdasaPenghimpunan dana dan distribusi hasil usaha bank syariah g. Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabah berdasarkan prinsip syariah. h. Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah. i. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan prinsip wadiah yad amanah. j. Melakukan kegiatan penitipan termasuk penataan usahanya untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah. k. Memberikan fasilitas letter of credit (L/C) berdasarkan prinsip syariah. l. Memberikan fasilitas garansi bank berdasarkan prinsip syariah. m. Melakukan kegiatan usaha kartu debet (charge card) berdasarkan prinsip syariah. n. Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan akad wakalah; o. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan bank sepanjang disetujui oleh Bank Indonesia dan mendapatkan fatwa Dewan Syariah Nasional. 2. Pasal 37 (1) Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, bank dapat pula a. melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan akad sharf; b. melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan berdasarkan prinsip syariah seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan; c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan prinsip syariah untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan d. bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan dana pensiun yang berlaku. (2) Bank syariah dalam melaksanakan fungsi sosial dapat bertindak sebagai penerima dana sosial antara lain dalam bentuk zakat, infaq, shadaqah, waqaf, hibah, dan menyalurkannya sesuai syariah atas nama bank atau lembaga anvil zakat yang ditunjuk oleh pemerintah. 3. Pasal 38 (1) Bank wajib mengajukan permohoan persetujuan kepada Bank Indonesia atas produk dan jasa baru yang akan dikeluarkan. (2) Permohonan persetujuan atas produk dan jasa baru yang akan dikeluarkan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) wajib dilampiri dengan fatwa Dewan Syariah Nasional. 4. Pasal 39 (1) Bank dilarang melakukan kegiatan usaha perbankan secara konvensional. (2) Bank dilarang mengubah kegiatan usaha menjadi bank konvensional Pustaka Penghimpunan dana dan distribusi hasil usaha bank syariah Oleh Wiroso., SE., MBA

Surat Pendirian Yayasan

PENDIRIAN YAYASAN _____ Pada hari ini hari _____ tanggal _____ bulan _____ tahun _____ . Berhadapan dengan saya _____ , Sarjana Hukum Notaris di _____ , dengan hadirnya saksi-saksi yang saya _____ Notaris kenal dan akan disebutkan dalam akhir akta ini: Tuan _____ , lahir di _____ , pada tanggal _____ (_____), pekerjaan _____ , bertempat tinggal di _____ , pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor: _____ , Warga Negara Indonesia; Para penghadap masing-masing diperkenalkan kepada saya, Notaris, yang satu oleh para penghadap lainnya. Para penghadap untuk diri sendiri dan/atau selaku kuasa seperti tersebut menerangkan dengan ini, dengan mengumpulkan uang sebesar Rp _____ (_____ Rupiah) yang telah dipisahkan dari kekayaan mereka telah mendirikan suatu Yayasan, dengan memakai Anggaran Dasar sebagai berikut: NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 Yayasan ini bernama: Yayasan _____ disingkat “_____” dan bertempat kedudukan di _____ , dengan cabang-cabang di tempat-tempat lain menurut keputusan Badan Pengurus dengan persetujuan Badan Pendiri. WAKTU Pasal 2 Yayasan ini didirikan pada waktu akta ini ditandatangani dan didirikan untuk waktu yang lamanya tidak ditentukan. AZAS Pasal 3 Yayasan ini berasaskan Pancasila dan Undang-Undang DASAR 1945 (seribu sembilan ratus empat puluh lima). MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 4 Maksud dan tujuan Yayasan ini adalah: Membantu Pemerintah dalam program mencerdaskan bangsa, dengan jalan memajukan pendidikan, memberikan penyuluhan, pengkajian ilmiah sesuai dengan bidang-bidangnya dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sesuai nilai-nilai sosial budaya bangsa Indonesia. USAHA Pasal 5 Untuk mencapai maksud dan tujuannya, Yayasan ini menjalankan usaha-usahanya sebagai berikut: a. mendirikan lembaga pendidikan dan pelatihan di bidang manajemen dan ilmu pengetahuan lainnya; b. mendirikan lembaga-lembaga pengembangan dan pengkajian di bidang manajemen dan ilmu pengetahuan lainnya; c. menyelenggarakan ceramah dan/atau seminar dibidang manajemen dan ilmu pengetahuan lainnya; d. mengadakan pertukaran tenaga-tenaga ahli baik dari dalam maupun dari luar negeri; e. menerbitkan brosur-brosur, buletin, majalah-majalah, dan buku-buku, serta alat-alat media lainnya; dan mengusahakan percetakan; f. memberikan beasiswa kepada para siswa dan/atau para mahasiswa program pendidikan dan pelatihan yang berprestasi; g. menjalankan usaha-usaha lainnya yang sejalan dengan maksud dan tujuan Yayasan serta tidak bertentangan dengan Undang-Undang. Segala sesuatu dalam arti kata seluas-luasnya. KEKAYAAN Pasal 6 1. Kekayaan Yayasan terdiri dari: a. pangkal kekayaan pertama tersebut di atas; b. uang sokongan/sumbangan dari masyarakat, pemerintah maupun swasta, baik dari dalam maupun dari luar negeri yang tidak mengikat; c. hibah-hibah wasiat dan hibah-hibah biasa; d. penghasilan-penghasilan dari usaha-usaha Yayasan; e. bantuan dari orang-orang dan badan-badan yang menaruh minat pada Yayasan; f. pendapatan-pendapatan lainnya yang sah. 2. Uang yang tidak segera dibutuhkan guna keperluan Yayasan disimpan atau dijalankan menurut cara-cara yang akan ditentukan dalam anggaran rumah tangga. BADAN PENDIRI Pasal 7 1. Anggota Badan Pendiri terdiri dari: a. yang mendirikan Yayasan; b. mereka yang atas usul seorang atau lebih anggota Badan pendiri yang hendak mengundurkan diri, telah ditunjuk oleh rapat anggota Badan pendiri, untuk menjadi penggantinya; c. mereka yang diangkat oleh rapat anggota Badan pendiri mengingat jasa-jasa mereka terhadap Yayasan; d. mereka yang menurut pendapat Badan pendiri selama berdirinya Yayasan telah memberikan jasa-jasa yang berguna bagi Yayasan ini. 2. Badan Pendiri merupakan badan tertinggi, yang mempunyai wewenang dan kekuasaan: a. menetapkan perubahan anggaran dasar; b. mengangkat dan memberhentikan para anggota Badan pengurus; c. menetapkan garis-garis besar kebijaksanaan yang harus dijalankan oleh Badan pengurus; d. membubarkan Yayasan. 3. Keanggotaan Badan Pendiri berakhir karena: a. meninggal dunia atau dibubarkan; b. atas permintaan sendiri; c. dinyatakan pailit atau ditaruh di bawah pengampuan (curatele); d. diberhentikan oleh rapat badan pendiri. 4. Rapat badan pendiri dianggap sah jikalau sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota Badan Pendiri hadir. 5. Keputusan-keputusan Badan Pendiri sedapat mungkin ditetapkan secara musyawarah mufakat dengan ketentuan jika tidak tercapai kata mufakat dilakukan dengan pemungutan suara. Dengan ketentuan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) ditambah satu dari jumlah anggota Badan Pendiri yang hadir atau diwakili. 6. Rapat Badan Pendiri dapat diadakan setiap waktu dan setidak-tidaknya setahun sekali manakala dianggap perlu oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) dari jumlah Badan Pendiri. 7. Rapat Badan Pendiri untuk mempertimbangkan persetujuan dan pengesahan laporan tahunan Badan Pengurus diadakan selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan terhitung dari penutupan Tahun Buku Yayasan. 8. Tata cara rapat Badan Pendiri, diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga. BADAN PENGURUS Pasal 8 1. Yayasan ini diurus oleh suatu Badan Pengurus, yang terdiri dari sedikit-dikitnya 6 (enam) orang, dengan susunan sebagai berikut: ― 1 (satu) orang ketua; ― 1 (satu) orang wakil ketua; ― 1 (satu) orang sekretaris; ― 1 (satu) orang bendahara; ― 2 (dua) orang anggota atau lebih. 2. Anggota Badan Pengurus diangkat untuk 5 (lima) tahun lamanya dan ditetapkan tentang kedudukan mereka masing-masing serta dapat diberhentikan sewaktu-waktu oleh Rapat badan Pendiri. 3. Keanggotaan Badan Pengurus berakhir karena: a. meninggal dunia; b. atas permintaan sendiri; c. dinyatakan pailit atau ditaruh di bawah pengampuan (curatele); d. diberhentikan oleh Rapat Badan Pendiri. 4. Jika terjadi lowongan, maka anggota-anggota Badan Pengurus lainnya dapat mengajukan calon-calon untuk mengisi lowongan itu kepada Badan Pendiri yang dapat menguatkan usul itu, akan tetapi Badan Pendiri dapat menunjuk orang lain, dengan tidak mengindahkan calon-calon yang diusulkan oleh anggota-anggota Badan Pengurus. HAK DAN KEWAJIBAN BADAN PENGURUS Pasal 9 1. Badan Pengurus berkewajiban menjalankan peraturan-peraturan tersebut dalam anggaran dasar ini. 2. Badan Pengurus membuat rencana anggaran rumah tangga mengenai semua hal yang tidak atau tidak cukup diatur dalam anggaran dasar ini dan membuat peraturan-peraturan yang dipandang perlu dan berguna untuk yayasan, termasuk rencana kerja Yayasan untuk 5 (lima) tahun. 3. Peraturan-peraturan tersebut dalam ayat di atas tidak boleh bertentangan dengan anggaran dasar Yayasan dan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Rapat Badan pendiri. 4. Selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) bulan terhitung dari penutupan Tahun Buku Yayasan, Badan Pengurus memberi laporan kepada rapat Badan Pendiri tentang jalannya Yayasan mengenai tahun buku yang lampau. Pasal 10 1. Ketua bersama-sama dengan sekretaris berhak mewakili Yayasan di dalam dan di luar pengadilan, dan karenanya berhak melakukan segala tindakan, baik yang mengenai pengurusan maupun yang mengenai pemilikan, akan tetapi untuk: a. membuat pinjaman guna atau atas tanggungan Yayasan atau meminjamkan uang Yayasan kepada pihak lain; b. membeli, menjual, atau dengan jalan lain mendapatkan atau melepaskan hak atas atau memberatkan barang-barang yang tidak bergerak; c. mengikat Yayasan sebagai penanggung/peminjam; d. menggadaikan barang-barang bergerak kepunyaan Yayasan; e. turut serta sebagai pesero diam dalam perseroan komanditer di bawah firma; Haruslah mendapat persetujuan tertulis terlebih dahulu dari rapat Badan Pendiri. 2. Surat-surat keluar harus ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris, dan dalam hal pengeluaran dan/atau penerimaan uang turut ditandatangani oleh Bendahara. 3. Wakil ketua membantu ketua, dalam hal ketua berhalangan atau tidak ada, kejadian mana tidak perlu dibuktikan kepada pihak lain, maka dalam hal demikian Wakil Ketua, mempunyai Wewenang yang sama dengan Ketua. 4. Dengan tidak mengurangi wewenangnya, Ketua dan Sekretaris berhak memberi kuasa kepada pihak lain dengan surat kuasa. 5. Badan Pengurus harus mengadakan pembagian kerja di antara para anggotanya secara efektif dan efisien. RAPAT BADAN PENGURUS Pasal 11 1. Badan Pengurus diwajibkan mengadakan rapat sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam setahun, dan setiap waktu jikalau dianggap perlu oleh Ketua atau sekurang-kurangnya 2 (dua) dari jumlah anggota Badan Pengurus yang memberitahukan kehendaknya itu dengan tertulis kepada Ketua. 2. Di dalam semua rapat, Ketua memegang pimpinan. Jikalau Ketua tidak hadir, rapat dipimpin oleh Wakil ketua, dan jikalau Wakil Ketua pun tidak hadir, maka rapat dipimpin oleh salah seorang yang dipilih dari dan oleh mereka yang hadir. 3. Rapat Badan Pengurus dianggap sah, jikalau sekurang-kurangnya 1/2 (setengah) ditambah 1 (satu) dari jumlah anggota Badan Pengurus hadir atau diwakili. 4. Jikalau yang hadir tidak cukup, Ketua rapat dapat memanggil rapat baru secepat-cepatnya 2 (dua) hari dan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung dari hari rapat yang tidak dapat diadakan tersebut; setelah itu dalam rapat mana dapat diambil keputusan-keputusan dari acara rapat yang tidak dapat diadakan tersebut, dengan tidak mengingat jumlah anggota yang hadir. 5. Keputusan rapat diambil dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat; apabila dengan cara tersebut tidak tercapai, maka keputusan diambil dengan cara pemungutan suara yang harus disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) ditambah satu dari jumlah anggota Badan Pengurus yang hadir atau diwakili. BADAN PENGAWAS Pasal 12 1. Bilamana perlu rapat Badan Pendiri dapat mengangkat Badan Pengawas. 2. Badan Pengawas Yayasan diangkat untuk 5 (lima) tahun lamanya dan ditetapkan tentang kedudukannya masing-masing serta dapat diberhentikan oleh rapat Badan Pendiri dan dapat diangkat kembali. 3. Badan Pengawas mempunyai kewajiban mengawasi pekerjaan Badan Pengurus. 4. Para anggota Badan Pengawas bersama-sama atau masing-masing setiap waktu jam kerja berhak memasuki bangunan-bangunan dan halaman-halaman serta tempat-tempat lain yang digunakan dan/atau dikuasai oleh Yayasan dan berhak memeriksa buku-buku, surat-surat berharga, memeriksa dan mencocokkan keadaan uang kas, dan lain sebagainya, serta mengetahui segala tindakan Badan Pengurus yang telah dijalankan. 5. Tiap-tiap anggota Badan Pengurus wajib memberikan penjelasan tentang segala hal yang ditanyakan oleh (para) anggota Badan Pengawas untuk kepentingan pemeriksaan. BADAN YAYASAN/PELINDUNG Pasal 13 1. Jikalau dianggap perlu, rapat Badan Pendiri dapat mengangkat Badan Penasihat/Pelindung Yayasan. 2. Badan Penasehat/Pelindung Yayasan diangkat untuk 5 (lima) tahun lamanya dan ditetapkan tentang kedudukannya masing-masing serta dapat diberhentikan oleh Rapat badan Pendiri dan dapat diangkat kembali. 3. Badan Penasihat/Pelindung berhak memberikan nasihat kepada Badan pendiri dan/atau Badan Pengawasan dan/atau Badan Pengurus baik diminta atau tidak. 4. Nasihat tersebut dapat disampaikan, baik tertulis ataupun lisan. 5. Nasihat-nasihat tersebut wajib diperhatikan dan dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh oleh Badan Pendiri dan/atau Badan Pengawas dan/atau Badan Pengurus, akan tetapi tidak bersifat mengikat. TAHUN BUKU Pasal 14 1. Tahun Buku Yayasan ini dimulai dari awal bulan Januari sampai dengan akhir bulan Desember tiap-tiap tahun. 2. Badan Pengurus diwajibkan membuat laporan tahunan yang disediakan bersama-sama dengan perhitungan pertanggungjawaban mengenai keuangan Yayasan. 3. Perhitungan dan pertanggungjawaban serta laporan tahunan tersebut harus disahkan oleh Rapat Badan Pendiri. Perubahan Tambahan atau Pembubaran Pasal 15 1. Keputusan untuk mengubah atau menambah anggaran dasar Yayasan ini atau untuk membubarkan Yayasan hanya sah, jikalau dalam rapat Badan Pendiri dihadiri atau diwakili oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota Badan Pendiri, dan usul yang berkenaan disetujui oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah suara para anggota Badan Pendiri yang hadir atau diwakili. 2. Keputusan untuk membubarkan Yayasan dapat diambil apabila atas usul Badan Pengurus ternyata, bahwa Yayasan tidak mempunyai kekuatan hidup lagi atau kekayaan Yayasan telah habis atau sedemikian kurangnya sehingga menurut Badan Pengurus tidak cukup lagi memenuhi ketentuan Yayasan. CARA MENGGUNAKAN SISA UANG Pasal 16 Jikalau Yayasan ini dibubarkan, maka dengan mengindahkan bunyinya Pasal 1665 dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Badan Pengurus berkewajiban untuk mengatur dan membereskan semua utang Yayasan di bawah pengawasan Badan pengawas, kecuali jika Rapat Badan Pendiri menentukan cara lain dan Rapat Badan Pendiri menentukan cara mempergunakan sisa uang kekayaan dengan memperhatikan dasar tujuan Yayasan. PENUTUP Pasal 17 Semua hal yang tidak atau tidak cukup diatur dalam Anggaran Dasar ini atau dalam Anggaran Rumah Tangga, akan diputuskan oleh Rapat Badan Pendiri untuk pertama kali. Susunan Badan Pengurus terdiri dari: Ketua : _____ Wakil Ketua : _____ Sekretaris : _____ Bendahara : _____ Anggota : _____ Sebagai Yang Telah Diuraikan: Dibuat dan dilangsungkan di _____ , pada hari dan tanggal tersebut di atas, dengan dihadiri oleh _____ dan _____ kedua-duanya pegawai Notaris bertempat tinggal di _____ sebagai saksi-saksi. Akta ini dengan segera telah saya, Notaris, bacakan kepada para penghadap dan para saksi-saksi, ditandatangani oleh para penghadap, kemudian oleh saksi-saksi, dan saya, Notaris

Surat Ijin Pendirian Usaha

“USAHA DAGANG” UD _____ NOMOR: _____ Pada hari ini _____ tanggal _____ Menghadap pada saya, _____ , Notaris di _____ , dengan dihadiri para saksi yang telah dikenal oleh saya, Notaris, dan nama-namanya akan disebutkan pada bagian akhir akta ini: _____ . _____ , lahir tanggal _____ , Warga Negara Indonesia, pekerjaan _____ , bertempat tinggal di _____ Pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor ____ . Penghadap telah saya, Notaris kenal _____ . Penghadap menerangkan dengan akta ini, bahwa penghadap telah membuka dan mengusahakan sebuah Usaha Dagang berkedudukan di _____ , dan untuk usaha tersebut berlaku ketentuan-ketentuan sebagai berikut: Pasal 1 Usaha dagang ini berusaha dengan nama “UD _____”, berkedudukan di Jalan _____ . Jika dianggap perlu, di tempat-tempat lain dapat didirikan atau dibuka cabang-cabangnya, kantor-kantornya, dan atau perwakilan-perwakilan. Pasal 2 Maksud dan Tujuan Perusahaan ini: 1. Melakukan usaha yang bergerak dalam bidang Perdagangan Umum dalam arti seluas-luasnya, termasuk perdagangan Motor, Mobil, Properti, ekspor, impor, interinsulair, dan lokal dari semua, dan segala barang serta bahan yang dapat diperdagangkannya, juga bertindak sebagai grossier, leveransier, distributor, supplier, dealer, sub-dealer, agen dan perdagangan perantara. 2. Melakukan usaha yang bergerak dalam bidang Industri Makanan dalam arti yang seluas-luasnya. 3. Melakukan usaha yang bergerak dalam bidang Mebeler, Handicraft dalam arti seluas-luasnya. 4. Melakukan usaha yang bergerak dalam bidang Angkutan Penumpang dan Barang di darat. Pasal 3 Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut di atas tadi, maka usaha dagang ini berhak untuk menjalankan semua dan segala usaha-usaha serta tindakan yang berhubungan langsung dengan maksud dan tujuan tersebut di atas tadi, asal dapat memperoleh keuntungan yang sah dan halal. Pasal 4 Usaha dagang ini didirikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya, dan telah dimulai sejak saat ditandatangani akta pendiriannya ini. Pasal 5 Modal usaha ini tidak ditentukan besarnya, dan semua modal yang dibutuhkan untuk usaha dagang ini seluruhnya menjadi beban dan tanggungan penuh dan luas dari penghadap Tuan _____ . Pasal 6 Untuk usaha dagang ini diadakan buku-buku tersendiri yang akan menunjukkan pula besarnya modal yang telah disetorkan/dimasukkan di dalam usaha dagang ini oleh penghadap, buku-buku mana akan ditutup pada tiap-tiap akhir tahun dan segera disusun neraca dan perhitungan laba rugi dari usaha dagang tersebut. Pasal 7 Untung rugi dari semua usaha ini seluruhnya menjadi beban dan tanggungan penuh serta luas dari penghadap Tuan _____ , tersebut di atas tadi yang oleh karenanya, maka ia berhak untuk mewakili usaha dagang ini baik di dalam maupun di luar Pengadilan serta menandatangani untuk dan atas nama usaha dagang ini dalam segala perbuatan, pengurusan, maupun untuk melakukan perbuatan pemilikan dan pemurbaan, maka dari itu berhak untuk mengikat usaha dagang ini dengan pihak lain, dan sebaliknya pula untuk mengikat pihak lain dengan usaha dagang ini dalam arti yang seluas dan tidak ada pembatasan sedikit pun juga. Penghadap Tuan_____ , tersebut berhak pula untuk mengangkat seorang pemegang kuasa atau lebih dengan hak serta kekuasaan yang akan ditentukan olehnya. Pasal 8 Apabila penghadap Tuan _____ , tersebut meninggal dunia, maka usaha dagang ini dan semua segala sesuatu yang termasuk di dalam usaha dagang ini akan menjadi miliknya, dan dapat diteruskan serta dilanjutkan oleh segenap ahli warisnya penghadap tersebut dengan memakai terus nama usaha dagang ini. Pasal 9 Apabila perusahaan ini bubar, maka urusan-urusannya akan diselesaikan dan dibereskan oleh penghadap Tuan _____ , tersebut. Pasal 10 Di dalam semua dan segala sesuatu yang bertalian dengan perusahaan ini dan segala akibat-akibatnya, maka penghadap telah memilih domisili yang tetap dan umum di kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri di Kabupaten _____ . DEMIKIAN AKTA INI Dibuat untuk menjadi bukti yang sah, ditandatangani, dan diresmikan di _____ , pada hari, tanggal, bulan dan tahun seperti tersebut pada permulaan akta ini, dengan dihadiri oleh: 1. _____ 2. _____ Keduanya pegawai kantor Notaris, sebagai para saksi. Akta ini sesudah saya, Notaris bacakan kepada para penghadap dan saksi, maka lalu ditandatangani oleh para penghadap, saya, Notaris, dan saksi-saksi. Dikerjakan dengan tanpa perubahan. Asli akta ini telah ditandatangani secukupnya. Diberikan sebagai salinan yang sama bunyi dengan aslinya.

Pengertian Bank Klasifikasi , Tugas dan Fungsi Kegiatannya

Pengertian Bank Klasifikasi , Tugas dan Fungsi Kegiatannya a. Pengertian Bank Pada Pasal 1 (butir 2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, dikatakan bahwa “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dari definisi di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu: Usaha pokok bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, seperti tabungan, deposito, maupun giro, dan menyalurkan dana simpanan tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan, baik dalam bentuk kredit maupun bentuk-bentuk lainnya. b. Klasifikasi Bank Klasifikasi bank berdasarkan kepemilikan : a. Bank Milik Negara Adalah bank yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. Tahun 1999 lalu lahir bank pemerintah yang baru yaitu Bank Mandiri, yang merupakan hasil merger atau penggabungan bank-bank pemerintah yang ada sebelumnya. b. Bank Pemerintah Daerah Adalah bank-bank yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Bank milik Pemerintah Daerah yang umum dikenal adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD), yang didirikan berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1962. Masing-masing Pemerintah Daerah telah memiliki BPD sendiri. Di samping itu beberapa Pemerintah Daerah memiliki Bank Perkreditan Rakyat (BPR). c. Bank Swasta Nasional Setelah pemerintah mengeluarkan paket kebijakan deregulasi pada bulan Oktober 1988 (Pakto 1988), muncul ratusan bank-bank umum swasta nasional yang baru. Namun demikian, bank-bank baru tersebut pada akhirnya banyak yang dilikuidasi oleh pemerintah. Bentuk hukum bank umum swasta nasional adalah Perseroan Terbatas (PT), termasuk di dalamnya Bank Umum Koperasi Indonesia (BUKOPIN), yang telah merubah bentuk hukumnya menjadi PT tahun 1993. d. Bank Swasta Asing Adalah bank-bank umum swasta yang merupakan perwakilan (kantor cabang) bank-bank induknya di negara asalnya. Pada awalnya, bank-bank swasta asing hanya boleh beroperasi di DKI Jakarta saja. Namun setelah dikeluarkan Pakto 27, 1988, bank-bank swasta asing ini diperkenankan untuk membuka kantor cabang pembantu di delapan kota, yaitu Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, Denpasar, Ujung Pandang (Makasar), Medan, dan Batam. Bank-bank asing ini menjalaskan fungsi sebagaimana layaknya bank-bank umum swasta nasional, dan mereka tunduk pula pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. e. Bank Umum Campuran Bank campuran (joint venture bank) adalah bank umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh warga negara dan atau badan hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh warga negara Indonesia, dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar negeri. Modal disetor minimum untuk mendirikan bank campuran menurut Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992 ditetapkan sekurang-kurangnya Rp 100 milyar, dengan ketentuan penyertaan pihak bank yang berkedudukan di luar negeri sebesar-besarnya 85% dari modal disetor. Klasifikasi bank berdasarkan segi penyediaan jasa : a. Bank Devisa Bank devisa (foreign exchange bank) adalah bank yang dalam kegiatan usahanya dapat melakukan transaksi dalam valuta asing, baik dalam hal penghimpunan dan penyaluran dana, serta dalam pemberian jasa-jasa keuangan. Dengan demikian, bank devisa dapat melayani secara langsung transaksi-transaksi dalam skala internasional. b. Bank Non Devisa Bank umum yang masih berstatus non devisa hanya dapat melayani transaki-transaksi di dalam negeri (domestik). Bank umum non devisa dapat meningkatkan statusnya menjadi bank devisa setelah memenuhi ketentuan-ketentuan antara lain: volume usaha minimal mencapai jumlah tertentu, tingkat kesehatan, dan kemampuannya dalam memobilisasi dana, serta memiliki tenaga kerja yang berpengalaman dalam valuta asing c. Tugas Bank Sentral Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, Bank Indonesia mengemban tiga tugas yang dikenal sebagai Tiga Pilar Bank Indonesia, yaitu: a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan c. mengatur dan mengawasi Bank. Pelaksanaan ketiga bidang tugas tersebut mempunyai keterkaitan dan karenanya dilakukan secara saling mendukung guna tercapainya tujuan Bank Indonesia secara efektif dan efisien. d. Fungsi& Kegiatan Bank : Secara umum, fungsi bank sentral dalam sistem perbankan antara lain : 1.Melaksanakan kebijakan moneter dan keuangan; 2.Memberi nasehat pada pemerintah untuk soal-soal moneter dan keuangan; 3.Melakukan pengawasan, pembinaan,dan pengaturan perbankan; 4.Sebagai banker’s bank atau lender of last resort; 5.Memelihara stabilitas moneter; 6.Melancarkan pembiayaan pembangunan ekonomi; 7.Mendorong pengembangan perbankan dan sistem keuangan yang sehat. http://phaureula.blogdetik.com/2008/11/10/klasifikasi-bank/

Mudharabah

Pengertian Mudharabah Istilah “mudharabah” merupakan istilah yang paling banyak digunakan oleh bank-bank Islam. Prinsip ini juga dikenal sebagai “qiradh” atau “muqaradah”. Mudharabah adalah perjanjian atas suatu jenis perkongsian, dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan hasil usaha dibagikan sesuai dengan nisbah porsi bagi hasil yang telah disepakati bersama sejak awal maka kalau rugi shahibul maal akan kehilangan sebagian imbalan dari hasil kerja keras dan managerial skill selama proyek berlangsung. Imam Saraksi, salah seorang pakar perundangan Islam yang dikenal dalam kitabnya “al Mabsut” telah memberikan definisi mudharabah dan keterangan sebagai berikut. “Perkataan mudharabah adalah diambil daripada perkataan “dari (usaha) diatas bumi”. Dinamakan demikian karena mudharib (pengguna modal orang lain) berhak untuk bekerjasama bagi hasil atas jerih payah dan usahanya. Selain mendapatkan keuntungan ia juga berhak untuk mempergunakan modal dan menentukan tujuannya sendiri. Orang-orang Madinah memanggil kontrak jenis ini sebagai “muqaradah” dimana perkataan ini diambil dari perkataan “qard” berarti “menyerahkan” Dalam hal ini pemilik modal akan menyerahkan hak atas modalnya kepada amil (pengguna modal). Mudharabah disebut juga qiradh yang berarti “memutuskan”. Dalam hal ini, si pemilik uang itu telah memutuskan untuk menyerahkan sebilangan uangnya untuk diperdagangkannya berupa barang-barang dan memutuskan sekalian sebagian dari keuntungannya bagi pihak kedua orang yang berakad qiradh ini. Menurut istilah Syarak, mudharabah dikenal sebagai suatu akad atau perjanjian atas sekian uang untuk dipertindakkan oleh anvil (pengusaha) dalam perdagangan, kemudian keuntungannya dibagikan diantara keduanya menurut syarat-syarat yang ditetapkan terlebih dahulu, baik dengan sama rata maupun dengan kelebihan yang satu atas yang lain. Contoh mudharabah. Pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pengusaha untuk diusahakan dalam lapangan perniagaan, perindustrian dan sebagainya dengan dibagikan untuk kedua belah pihak menurut jumlah yang disetujui seperti 2 atau 3 atau 4 bagian. Tujuan akad mudharabah adalah supaya ada kerjasama kemitraan antara pemilik harta (modal) yang tidak ada pengalaman dalam perniagaan/perusahaan atau tidak ada peluang untuk berusaha sendiri dalam lapangan perniagaan, perindustrian dan sebagainya dengan orang berpengalaman di bidang tersebut tapi tidak punya modal. Ini merupakan suatu langkah untuk menghindari menyia-nyiakan modal pemilik harta dan menyia-nyikan keahlian tenaga ahli yang tidak mempunyai modal untuk memanfaatkan keahlian mereka. Mudharabah adalah suatu kerjasama kemitraan yang terdapat pada zaman jahiliah yang diakui Islam. Di antara orang yang melakukan kegiatan mudharabah ialah Nabi Muhammad SAW sebelum beliau menjadi Rasul, beliau bermudaharabah dengan calon istrinya Khadijah dalam melakukan perniagaan antara negeri Mekkah dengan Sham (Syria). Hati Khadijah tertarik dengan sifat¬sifat amanah, jujur, dan kebijaksanaan Muhammad dalam perniagaan dengan mendapat keuntungan berlipat ganda, akhirnya mereka dijodohkan oleh Allah SWT sebagai suami istri yang dikaruniakan dengan zuriat yang sholeh. Muhammad terus berdagang hingga menjelang saat beliau dilantik Allah SWT menjadi Rasul. Dalam transaksi dengan prinsip mudharabah harus dipenuhi rukun mudharabah meliputi, yaitu - shahibul maal/rabulmal (pemilik dana/nasabah), - mudharib (pengelola dana/pengusaha/bank), - amal (usaha/pekerjaan), dan - Ijab Qabul. Dilihat dan segi kuasa yang diberikan kepada pengusaha, mudharabah terbagi menjadi 2 jenis, yaitu sebagai berikut. - Mudharabah Muthlaqah (investasi tidak terikat) yaitu pihak pengusaha diberi kuasa penuh untuk menjalankan proyek tanpa larangan/gangguan apapun urusan yang berkaitan dengan proyek itu dan tidak terikat dengan waktu, tempat, jenis, perusahaan, dan pelanggan. Investasi tidak terikat ini pada usaha perbankan syariah diaplikasikan pada tabungan dan deposito. - Mudharabah Mugaidah/Mugayyadah (investasi terikat) yaitu pemilik dana (shahibul maal) membatasi/memberi syarat kepada mudharib dalam pengelolaan dana seperti misalnya hanya untuk melakukan mudharabah bidang tertentu, cara, waktu, dan tempat tertentu saja. Bank dilarang mencampurkan rekening investasi terikat dengan dana bank atau dana rekening lainnya pada saat investasi. Bank dilarang untuk investasi dananya pada transaksi penjualan cicilan tanpa penjamin atau jaminan. Bank diharuskan melakukan investasi sendiri tidak melalui pihak ketiga. Jadi, dalam investasi terikat ini pada prinsipnya kedudukan bank sebagai agen saja dan atas kegiatannya tersebut bank menerima imbalan berupa fee. Pola dalam investasi terikat dapat dilakukan dangan cara chanelling dan executing, yakni - chanelling, apabila semua risiko ditanggung oleh pemilik dana dan bank sebagai agen tidak menanggung risiko apapun; dan - executing, apabila bank sebagai agen juga menanggung risiko dan hal ini banyak yang menganggap bahwa investasi terikat executing ini sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip mudharabah, namun dalam Akuntansi Perbankan Syariah diakomodir karena dalam praktiknya pola ini dijalankan oleh bank syariah. Penghimpunan dana yang terkait dengan perhitungan distribusi hasil usaha adalah penghimpunan dana yang mempergunakan prinsip mudharabah yang diaplikasikan oleh bank syariah dalam produk deposito mudharabah dan tabungan mudharabah. Dalam penyaluran dana yang dilakukan bank syariah, salah satu prinsipnya adalah bagi basil yaitu pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah. Lain halnya kedudukan bank syariah sebagai agen dalam dana mudharabah. Jadi, sebelum dilakukan pembahasan penghimpunan dana dengan prinsip mudharabah secara rinci, hendaknya harus diketahui terlebih dahulu kedudukan bank dalam mudharabah. - Dalam penghimpunan dana dengan prinsip mudharabah mutlaqah (investasi tidak terikat) kedudukan bank sebagai mudharib (pihak yang mengelola dana) sedangkan sebagai pemilik dana atau shahibul maal adalah deposan/penabung (Sdr. Hamzah). Perhitungan distribusi hasil usaha dilakukan oleh bank syariah sebagai mudharib (pengelola dana). - Dalam penyaluran dana dengan prinsip mudharabah mutlaqah, kedudukan bank sebagai shahibul maal (pemilik dana) sedangkan sebagai pengelola dana/ mudharib adalah debitur (Sdri. Aminah). Perhitungan distribusi hasil usaha dilakukan oleh Aminah (debitur) sebagai pengelola dana. - Dalam penerimaan dana dengan prinsip mudharabah muqayyadah (Investasi Terikat), kedudukan bank hanya sebagai agen saja karena sebagai pemilik dana (shahibul maal) adalah Hamzah dan sebagai mudharib atau pengelola dana adalah Aminah. Pembagian hasil usaha dilakukan antara pemilik dana (Hamzah) dan mudharib (Aminal), bank syariah hanya menerima imbalan berupa fee saja. Perhitungan distribusi hasil usaha dilakukan oleh mudharib (Amanah). Pustaka-Mudharabah Penghimpunan dana dan distribusi hasil usaha bank syariah Oleh Wiroso,Wiroso, SE, MBA

Operasional Bank Syariah

Pengertian Perbankan menurut Pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dana dan masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Jenis-jenis bank menurut Pasal 5 Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 adalah sebagai berikut. 1. Bank Umum adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Pasal 1 Undang-undang Nomor 7/1992 tentang Perbankan). 2. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka tabungan dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan hal itu (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7/1992 tentang Perbankan). Apabila hanya melihat pada Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, memang tidak ada aturan tentang Bank Syariah (khususnya bank umum syaiiah), karena dalam undang-undang tersebut secara umum hanya menjelaskan tentang perbankan konvensional, kecuali dalam Pasal 13.c yang mengatur tentang Usaha Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip bagi hasil. Bank Syariah pertama berdiri di Indonesia sekitar tahun 1992 didasarkan pada Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 sebagai landasan hukum bank dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1992 tentang Bank Umum berdasarkan prinsip bagi hasil sebagai landasan hukum Bank Umum Syariah dan Peraturan Pemerintah Nomor 73 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip bagi hasil sebagai landasan hukum Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Sesuai dengan perkembangan perbankan maka Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan juga tercakup hal-hal yang berkaitan dengan perbankan syariah. Dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 Pasal 1 pengertian bank, bank umum, dan Bank Perkreditan Rakyat disempurnakan menjadi sebagai berikut. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, sedangkan pengertian Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau “berdasarkan prinsip usaha syariah” yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Serta pengertian Bank Perkreditan Rakyar Syariah (BPR-Syariah ) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Selain itu, yang dimaksud dengan prinsip syariah dijelaskan pada Pasal 1 butir 13 Undang-undang tersebut , yakni sebagai berikut. Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina) Dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 maka Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1992 dicabut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1998 dan sebagai tindak lanjut dari Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tersebut, Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan mengeluarkan beberapa ketentuan berkaitan dengan perbankan syariah, yaitu Bank Umum Syariah, BPR Syariah, dan Bank konvensional. 1. Bank Umum Syariah Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 tertanggal 14 Oktober 2004 tentang Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Ketentuan ini merupakan penyempurnaan ketentuan lama yang telah dicabut, yaitu meliputi. a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 32/2/UPPB tertanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umurn Berdasarkan Prinsip Syariah, dan b. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/34/KEP/DIR/tertanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. 2. Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR-Syariah) Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Ketentuan ini merupakan penyempurnaan ketentuan lama yang telah dicabut, yaitu meliputi. a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 32/4/UPPB tertanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah, dan b. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/36/KEP/DIR/ tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. 3. Bank Konvensional yang Membuka Usaha Syariah (Cabang Syariah) Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/1/PBI/2002 tanggal 27 Maret 2002 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank Berdasarkan Prinsip Syriah oleh Bank Umum Konvensional. Ketentuan ini merupakan penyempurnaan ketentuan lama yang telah dicabut, yaitu Peraturan Bank Indonseia Nomor 2/27/PBI/2000 tanggal 15 Desember 2000 tentang Bank Umum Konvensional yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Dalam ketentuan-ketentuan tersebut diatur tata cara pendirian bank, perizinian prinsip maupun perizinan kegiatan usaha, kepemilikan, Dewan Pengawas Syariah, Dewan Komisaris, Dewan Direksi dan Pemimpin Kantor Cabang, Kegiatan Usaha Bank, Pembukaan Kantor Bank, Peningkatan dan Penurunan status kantor Bank, Pemindahan Alamat Kantor, Perubahan Nama dan Bantuk Badan Hukum, Penutupan Kantor dan sebagainya. Pustaka Penghimpunan dana dan distribusi hasil usaha bank syariah Oleh Wiroso., SE., MBA

Pengertian Bank

Mengenal Lebih Jauh Tentang Pengertian Bank Definisi mengenai bank yang dikutip di bawah ini pada dasarnya tidak berbeda satu dengan lainnya. Kalaupun ada perbedaan hanya nampak pada tugas atau usaha bank. Ada yang mendefinisikan bank sebagai suatu badan yang tugas utamanya menghimpun uang dari pihak ketiga. Sedangkan definisi lain mengatakan, bank adalah suatu badan yang tugas utamanya sebagai perantara untuk menyalurkan penawaran dan permintaan kredit pada waktu yang ditentukan. Penulis lain mendefinisikan bank adalah suatu badan yang usaha utamanya menciptakan kredit. Prof. G.M. Verryn Stuart dalam bukunya Bank Politik mengatakan, “bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral.” A. Abdurrachman dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan menjelaskan bahwa, “bank adalah suatu jenis lembaga keuangan yang melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempar penyimpanan benda-benda berharga, membiayai usaha perusahaan-perusahaan, dan lain-lain”. Definisi bank menurut UU No. 14/1967 Pasal 1 tentang Pokok-pokok Perbankan adalah, “lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang”. Sedangkan, lembaga keuangan menurut undang-undang tersebut ialah, “semua badan yang melalui kegiatan-kegiatannya di bidang keuangan, menarik uang dari dan menyalurkannya ke dalam masyarakat”. Dilihat dari fungsinya pula, berbagai macam definisi tentang bank itu dapat dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, bank melihat sebagai penerima kredit. Dalam pengertian pertama ini bank menerima uang serta dana-dana lainnya dari masyarakat dalam bentuk: • simpanan atau tabungan biasa yang dapat diminta/diambil kembali seriap saat; • deposito berjangka, yang merupakan tabungan atau simpanan yang penarikannya kembali hanya dapat dilakukan setelah jangka waktu yang ditentukan habis; • simpanan dalam rekening koran/giro atas nama si penyimpan giro, yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan menggunakan cek, bilyet giro, atau perintah, tertulis kepada bank. Pengertian pertama ini mencerminkan bahwa bank melaksanakan operasi perkreditan secara pasif dengan menghimpun uang dari pihak ketiga. Kedua, bank dilihat sebagai pemberi kredit, ini berarti bahwa bank melaksanakan operasi perkreditan secara aktif. Menurut Mac Leod, bank is a shop for the sale of credit. Rumusan yang sama diberikan oleh R.G. Hawttey, yang mengatakan bahwa banking are merely dealers in credit. Jadi, fungsi bank terutama dilihat sebagai pemberi kredit, tanpa mempermasalahkan apakah kredit itu berasal dari deposito atau tabungan yang diterimanya atau bersumber ada penciptaan kredit yang dilakukan oleh bank itu sendiri. Ketiga, bank dilihat sebagai pemberi kredit bagi masyarakat melalui sumber yang berasal dari modal sendiri, simpanan/tabungan masyarakat maupun melalui penciptaan uang bank. Fungsi ketiga ini selaras dengan pendapat yang dikemukakan oleh G.M. Verryn Stuart yang dikutip dalam subbab 1.1. “Pengertian Bank dan Lembaga Keuangan. Reed, Cotter, Gill, Smitli dalam buku Commercial Banking, mengatakan bahwa perbankan khususnya bank-bank komersial (bank umum)—mempunyai beberapa fungsi, di antaranya adalah pemberian jasa-jasa yang semakin luas, meliputi pelayanan dalam mekanisme pembayaran (transfer of funds), menerima tabungan, memberikan kredit, pelayanan dalam fasilitas pembiayaan perdagangan luar negeri, penyimpanan barang-barang berharga, dan trust services (jasa-jasa yang diberikan dalam bentuk pengamanan pengawasan harta milik). Fungsi yang terakhir ini dilaksanakan dengan membentuk suatu trust departement yang secara umum berfungsi sebagai berikut: 1) Bertindak sebagai pelaksana (executor) dalam pengaturan dan pengawasan harta benda milik perorangan yang telah meninggal dunia, sepanjang orang tersebut membuat surat wasiat dan menyerahkan/mempercayakan pelaksanaannya kepada bank; 2) Trust departement, memberikan berbagai macam jasa kepada perusahaan perusahaan, seperti pelaksanaan rencana-rencana pensiun dan pembagian keuntungan yang tumbuh dengan pesat akhir-akhir ini; 3) Bertindak sebagai wali dalam hubungan dengan penerbitan obligasi, dan sebagai transfer agents serta pendaftar untuk perusahaan-perusahaan; 4) Mengurus/mengelola dana-dana yang dikumpulkan oleh pemerintah, perusahaan dari sumber (sinking funds) dan kegiatan-kegiatan lain sehubungan dengan penerbitan dan penebusan saham-saham dan obligasi. Dari uraian di atas bertambah jelaslah bahwa selain mengemban tugas sebagai agent of development dalam kaitannya dengan kredit yang diberikan, bank juga bertindak selaku agent of trust, yakni dalam kaitannya dengan pelayanan/jasa-jasa yang diberikan baik kepada perorangan maupun kelompok/perusahaan.

Kegiatan Bank

Kegiatan Bank Sebagai lembaga keuangan yang berorientasi bisnis, bank juga melakukan berbagai kegiatan, seperti telah dijelaskan sebelumnya. Sebagai lembaga keuangan, kegiatan bank sehari-hari tidak akan terlepas dari bidang keuangan. Kegiatan perbankan yang paling pokok adalah membeli uang dengan cara menghimpun dana dari masyarakat luas. Kemudian menjual uang yang berhasil dihimpun dengan cara menyalurkan kembali kepada masyarakat melalui pemberian pin¬jaman atau kredit. Dari kegiatan jual beli uang inilah bank akan memperoleh ke¬untungan yaitu dari selisih harga beli (bunga simpanan) dengan harga jual (bunga pinjaman). Disamping itu kegiatan bank lainnya dalam rangka mendukung kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana adalah memberikan jasa-jasa lainnya. Kegiatan ini ditujukan untuk memperlancar kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana. Dalam praktiknya kegiatan bank dibedakan sesuai dengan jenis bank tersebut. Setiap jenis bank memiliki ciri dan tugas tersendiri da¬lam melakukan kegiatannya, misalnya dilihat dari segi fungsi bank yaitu antara kegiatan bank umum dengan kegiatan bank perkreditan rakyat, jelas memiliki tugas atau kegiatan yang berbeda. Kegiatan bank umum lebih luas dari bank perkreditan rakyat. Artinya produk yang ditawarkan oleh bank umum lebih beragam, hal ini disebabkan bank umum mempunyai kebebasan untuk menentukan produk dan jasanya. Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat mempunyai keterbatasan tertentu, sehingga kegiatannya lebih sempit. Untuk le¬bih jelasnya berikut ini akan dijelaskan kegiatan masing-masing jenis bank dilihat dari segi fungsinya. A. KEGIATAN BANK UMUM Bank umum atau yang lebih dikenal dengan nama bank komersil merupakan bank yang paling banyak beredar di Indonesia. Bank umum juga memiliki berbagai keunggulan jika dibandingkan dengan BPR, baik dalam bidang ragam pelayanan maupun jangkauan wilayah ope¬rasinya. Artinya bank umum memiliki kegiatan pemberian jasa yang paling lengkap dan dapat beroperasi diseluruh wilayah Indonesia. Dalam praktiknya ragam produk tergantung dari status bank yang bersangkutan. Menurut status bank umum dibagi kedalam dua jenis, yaitu bank umum devisa dan bank umum non devisa. Masing-masing status memberikan pelayanan yang berbeda. Bank umum devisa misalnya memiliki jumlah layanan jasa yang paling lengkap seperti dapat melakukan kegiatan yang berhubungan dengan jasa luar negeri. Sedangkan bank umum non devisa sebaliknya tidak dapat melayani jasa yang berhubungan dengan luar negeri. Kegiatan bank umum secara lengkap meliputi kegiatan sebagai berikut : 1. Menghimpun Dana (Funding) Kegiatan menghimpun dana merupakan kegiatan membeli dana dari masyarakat. Kegiatan ini dikenal juga dengan kegiatan funding. Kegiatan membeli dana dapat dilakukan dengan cara menawarkan berbagai jenis simpanan. Simpanan sering disebut dengan nama reke¬ning atau account. Jenis-jenis simpanan yang ada dewasa ini adalah: a. Simpanan Giro (Demand Deposit), Simpanan giro merupakan simpanan pada bank yang penarik¬annya dapat dilakukan dengan menggunakan cek atau bilyet giro. Kepada setiap pemegang rekening giro akan diberikan bunga yang dikenal dengan nama jasa giro. Besarnya jasa giro tergantung dari bank yang bersangkutan. Rekening giro biasa digunakan oleh para usahawan, baik untuk perorangan maupun perusahaannya. Bagi bank jasa giro merupakan dana murah ka¬rena bunga yang diberikan kepada nasabah relatif lebih rendah dari bunga simpanan lainnya. b. Simpanan Tabungan (Saving Deposit), Merupakan simpanan pada bank yang penarikan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh bank. Penarikan tabungan di¬lakukan menggunakan buku tabungan, slip penarikan, kuitansi atau kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Kepada pemegang rekening tabungan akan diberikan bunga tabungan yang meru¬pakan jasa atas tabungannya. Sama seperti halnya dengan re¬kening giro, besarnya bunga tabungan tergantung dari bank yang bersangkutan. Dalam praktiknya bunga tabungan lebih besar dari jasa giro. c. Simpanan Deposito (Time Deposit), Deposito merupakan simpanan yang memiliki jangka wak¬tu tertentu (jatuh tempo). Penarikannyapun dilakukan sesuai jangka waktu tersebut. Namun saat ini sudah ada bank yang memberikan fasilitas deposito yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat. jenis depositopun beragam sesuai dengan keinginan nasabah. Dalam praktiknya jenis deposito terdiri dari deposito berjangka, sertifikat deposito dan deposit on call. 2. Menyalurkan Dana (Lending) Menyalurkan dana merupakan kegiatan menjual dana yang ber¬hasil dihimpun dari masyarakat. Kegiatan ini dikenal dengan nama kegiatan Lending. Penyaluran dana yang dilakukan oleh bank dila¬kukan melalui pemberian pinjaman yang dalam masyarakat lebih dikenal dengan nama kredit. Kredit yang diberikan oleh bank terdiri dari beragam jenis, tergantung dari kemampuan bank yang menya¬lurkannya. Demikian pula dengan jumlah serta tingkat suku bunga yang ditawarkan. Sebelum kredit dikucurkan bank terlebih dulu menilai kelayakan kredit yang diajukan oleh nasabah. Kelayakan ini meliputi berbagai aspek penilaian. Penerima kredit akan dikenakan bunga kredit yang besarnya tergantung dari bank yang menyalurkannya. Besar kecilnya bunga kredit sangat mempengaruhi keuntungan bank, mengingat keuntungan utama bank adalah dari selisih bunga kredit dengan bunga simpanan. Secara umum jenis-jenis kredit yang ditawarkan meliputi : a. Kredit Investasi, Yaitu merupakan kredit yang diberikan kepada pengusaha yang melakukan investasi atau penanaman modal. Biasanya kredit jenis ini memiliki jangka waktu yang relatif panjang yaitu di atas 1(satu) tahun. Contoh jenis kredit ini adalah kredit untuk mem-bangun pabrik atau membeh peralatan pabrik seperti mesin-mesin. b. Kedit Modal Kerja, Merupakan kredit yang digunakan sebagai modal usaha. Biasanya kredit jenis ini berjangka waktu pendek yaitu tidak.lebih dari 1 (satu) tahun. Contoh kredit ini adalah untuk membeli bahan baku, membayar gaji karyawan dan modal kerja lainnya. c. Kredit Perdagangan, Merupakan kredit yang diberikan kepada para pedagang dalam rangka memperlancar atau memperluas atau memperbesar kegiatan perdagangannya. Contoh jenis-kredit ini adalah kredit untuk membeli barang dagangan yang diberikan kepada para suplier atau agen. d. Kredit Produktif, Merupakan kredit yang dapat berupa investasi, modal keda atau perdagangan. Dalam arti kredit ini diberikan untuk diusahakan kembali sehingga pengembalian kredit diharapkan dari hasil usaha yang dibiayai. e. Kredit Konsumtif, Merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan pribadi mi¬sainya keperluan konsumsi, baik pangan, sandang maupun pa¬pan. Contoh jenis kredit ini adalah kredit perumahan, kredit kendaraan bermotor yang kesemuanya untuk dipakai sendiri. f. Kredit Profesi, Merupakan kredit yang diberikan kepada para kalangan profe¬sional seperti dosen, dokter atau pengacara. 3. Memberikan jasa- jasa Bank Lainnya (Services) Jasa-jasa bank lainnya merupakan kegiatan penunjang untuk mendukung kelancaran kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana. Sekalipun sebagai kegiatan penunjang, kegiatan ini sangat banyak memberikan keuntungan bagi bank dan nasabah, bahkan dewasa ini kegiatan ini memberikan kontribusi keuntungan yang tidak sedikit bagi keuntungan bank, apalagi keuntungan dari spread based semakin mengecil, bahkan cenderung negatif spread (bunga sim-panan lebih besar dari bunga kredit). Semakin lengkap jasa-jasa bank yang dapat dilayani oleh suatu bank maka akan semakin baik. Kelengkapan ini ditentukan dari permodalan bank serta kesiapan bank dalam menyediakan SDM yang handal. Disamping itu ,juga perlu didukung oleh kecanggihan teknologi yang dimilikinya. Dalam praktiknya jasa-jasa bank yang ditawarkan meliputi : a. Kiriman Uang (Transfer) Merupakan jasa pengiriman uang lewat bank. Pengiriman uang dapat dilakukan pada bank yang sama atau bank yang berlainan. Pengiriman uang juga dapat dilakukan derigan tujuan dalam kota, luar kota atau luar negeri. Khusus untuk pengiriman uang keluar negeri harus melalui bank devisa. Kepada nasabah pengirim dikenakan biaya kirim yang besarnya tergantung dari bank yang bersangkutan. Pertimbangannya adalah nasabah bank yang bersangkutan (memiliki rekening di bank yang bersangkutan) atau bukan. Kemudian juga jarak pengiriman antar bank tersebut. b. Kliring (Clearing) Merupakan penagihan warkat (surat-surat berharga seperti cek, bilyet giro) yang berasal dari dalam kota. Proses penagihan le¬wat kliring hanya memakan waktu 1 (satu) hari. Besarnya biaya penagihan tergantung dari bank yang bersangkutan. c. Inkaso (Collection) Merupakan penagihan warkat (surat-surat berharga seperti cek, bilyet giro) yang berasal dari luar kota atau luar negeri. Proses penagihan lewat inkaso tergantung dari jarak lokasi penagihan dan biasanya memakan waktu 1 (satu) minggu sampai 1 (satu) bulan. Besarnya biaya penagihan tergantung dari bank yang bersangkutan dengan pertimbangan jarak serta pertimbangan lainnya. d. Safe Deposit Box Safe Deposit Box atau dikenal dengan istilah safe loket jasa pelayanan ini memberikan layanan penyewaan box atau kotak pengaman tempat menyimpan surat-surat berharga atau barang-¬barang berharga milik nasabah. Biasanya surat-surat atau barang-¬barang berharga yang disimpan di dalam box tersebut aman dari pencurian dan kebakaran. Kepada nasabah penyewa box di¬kenakan biaya sewa yang besarnya tergantung dari ukuran box serta jangka waktu penyewaan. e. Bank Card (Kartu kredit) Bank card atau lebih populer dengan sebutan kartu kredit atau juga uang plastik. Kartu ini dapat dibelanjakan di berbagaf tem¬pat perbelanjaan atau tempat-tempat hiburan. Kartu ini juga dapat digunakan untuk mengambil uang tunai di ATM-ATM yang tersebar diberbagai, tempat yang strategis. Kepada pemegang kartu kredit dikenakan biaya iuran tahunan yang besarnya ter¬gantung dari bank yang mengeluarkan. Setiap pembelanjaan memiliki tenggang waktu pembayaran dan akan dikenakan bunga dari jumlah uang yang telah dibelanjakan jika melewati tenggang waktu yang telah ditetapkan. f. Bank Notes Merupakan jasa penukaran valuta asing. Dalam jual beli bank notes bank menggunakan kurs (nilai tukar rupiah dengan mata uang asing). g. Bank Garansi Merupakan jaminan bank yang diberikan kepada nasabah dalam rangka membiayai suatu usaha. Dengan jaminan bank ini si peng¬usaha memperoleh fasilitas untuk melaksanakan kegiatannya dengan pihak lain. Tentu sebelum jaminan bank dikeluarkan bank terlebih dulu mempelajari kredibilitas nasabahnya. h. Bank Draft Merupakan wesel yang dikeluarkan oleh bank kepada para nasabahnya. Wesel ini dapat diperjualbelikan apabila nasabah membutuhkannya. i. Letter of Credit (L/C) Merupakan surat kredit yang diberikan kepada para eksportir dan importir yang digunakan untuk melakukan pembayaran atas transaksi ekspor-impor yang mereka lakukan. Dalam tran¬saksi ini terdapat berbagai macam jenis L/C, sehingga nasabah dapat meminta sesuai dengan kondisi yang diinginkannya. j. Cek Wisata (Travellers Cheque) Merupakan cek perjalanan yang biasa digunakan oleh turis atau wisatawan. Cek Wisata dapat dipergunakan sebagai alat pem¬bayaran diberbagai tempat pembelanjaan atau hiburan seperti hotel, supermarket. Cek Wisata juga bisa digunakan sebagai hadiah kepada para relasinya. k. Menerima setoran-setoran. Dalam hal ini bank membantu nasabahnya dalam rangka me¬nampung setoran dari berbagai tempat antara lain : - Pembayaran pajak - Pembayaran telepon - Pembayaran air - Pembayaran listrik - Pembayaran uang kuliah l. Melayani pembayaran-pembayaran. Sama halnya seperti dalam hal menerima setoran, bank juga melakukan pembayaran seperti yang diperintahkan oleh nasa¬bahnya antara lain : - Membayar Gaji/Pensiun/honorarium - Pembayaran deviden Pembayaran kupon - Pembayaran bonus/hadiah m. Bermain di dalam pasar modal. Kegiatan bank dapat memberikan atau bermain surat-surat berharga di pasar modal. Bank dapat berperan dalam berbagai kegiatan seperti menjadi : - Penjamin emisi (underwriter) - Penjamin (guarantor) - Wali amanat (trustee) - Perantara perdagangan efek (pialang/broker) - Pedagang efek (dealer) - Perusahaan pengelola dana (invesment company) B. KEGIATAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) Kegiatan BPR pada dasarnya sama dengan kegiatan Bank umum, hanya yang menjadi perbedaan adalah jumlah jasa bank yang dilaku¬kan BPR jauh lebih sempit. BPR dibatasi oleh berbagai persyaratan, sehingga tidak dapat berbuat seleluasa bank umum. Keterbatasan kegiatan BPR juga dikaitkan dengan misi pendirian BPR itu sendiri. Dalam praktiknya kegiatan BPR adalah sebagai berikut : 1. Menghimpun dana hanya dalam bentuk : - Simpanan Tabungan - Simpanan Deposito 2. Menyalurkan dana dalam bentuk : - Kredit Investasi - Kredit Modal Kerja - Kredit Perdagangan Karena keterbatasan yang dimiliki oleh BPR, maka ada beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan BPR. Larangan ini meliputi hal¬-hal sebagai berikut : - Menerima Simpanan Giro - Mengikuti Miring - Melakukan Kegiatan Valbta Asing - Melakukan kegiatan Perasuransian C. KEGIATAN BANK CAMPURAN DAN BANK ASING Bank-bank asing dan bank campuran yang bergerak di Indonesia adalah jelas bank umum. Kegiatan bank asing dan bank campuran, memiliki tugasnya sama dengan bank umum lainnya. Yang mem¬bedakan kegiatannya dengan bank umum milik Indonesia adalah mereka lebih dikhususkan dalam bidang-bidang tertentu dan ada la¬rangan tertentu pula dalam melakukan kegiatannya. Adapun kegiatan bank asing dan bank campuran di Indonesia dewasa ini adalah : 1. Dalam mencari dana bank asing dan bank campuran juga mem¬buka simpanan.giro dan simpanan deposito namun dilarang menerima simpanan dalam bentuk tabungan. 2. Dalam hal pemberian kredit yang diberikan lebih diarahkan ke bidang-bidang tertentu saja seperti dalam bidang : - Perdagangan Internasional - Bidang Industri dan Produksi - Penanaman Modal Asing/Campuran - Kredit yang tidak dapat dipenuhi oleh bank swasta nasional. 3. Sedangkan khusus untuk jasa-jasa bank lainnya juga dapat dilaku¬kan oleh bank umum campuran dan asing sebagaimana layaknya bank umum yang ada di Indonesia seperti berikut ini : - Jasa Transfer¬Jasa Miring - Jasa Inkaso - Jasa Jual Beli Valuta Asing - Jasa Bank Card (kartu kredit) - Jasa Bank Draft - Jasa Safe Deposit Box - Jasa Pembukaan dan Pembayaran L/C - Jasa Bank Garansi - Jasa Bank Notes - Jasa Jual Beli Travellers Cheque - dan jasa bank umum lainnya Penilaian Kesehatan Bank dan Penggabungan Usaha Bank Kesehatan merupakan hal yang paling penting di dalam berbagai bidang kehidupan, baik bagi manusia maupun perusahaan. Kondisi yang sehat akan meningkatkan gairah kerja dan kemampuan kerja serta kemampuan lainnya. Sama seperti hanya manusia yang harus selalu menjaga kesehatannya, perbankan juga harus selalu dinilai kesehatannya agar tetap prima dalam melayani para nasabahnya. Bank yang tidak sehat, bukan hanya membahayakan dirinya sendiri, akan tetapi pihak lain. Penilaian kesehatan bank amat penting dise¬babkan karena bank mengelola dana masyarakat yang dipercayakan kepada bank. Masyarakat pemilik dana dapat saja menarik dana yang dimilikinya setiap saat clan bank harus sanggup mengembalikan dana yang dipakainya jika ingin tetap dipercaya oleh nasabahnya. Untuk menilai suatu kesehatan bank dapat dilihat dari berbagai segi. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan apakah bank terse¬but dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehat atau tidak sehat. Bagi bank yang sehat agar tetap mempertahankan kesehat¬annya, sedangkan bank yang sakit untuk segera mengobati penyakit¬nya. Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank dapat memberikan arahan atau petunjuk bagaimana bank tersebut harus dijalankan atau bahkan kalau perlu dihentikan kegiatan operasinya. Standar untuk melakukan penilaian kesehatan bank telah diten¬tukan oleh pemerintah melalui Bank Indonesia. Kepada bank-bank diharuskan membuat laporan baik yang bersifat rutin ataupun secara berkala mengenai seluruh aktivitasnya dalam suatu periode tertentu. Dari laporan ini dipelajari dan dianalisis, sehingga dapat diketahui kondisi suatu bank. Dengan diketahui kondisi kesehatannya akan memudahkan bank itu sendiri untuk memperbaiki kesehatannya Penilaian kesehatan bank dilakukan setiap periode. Dalam se¬tiap penilaian ditentukan kondisi suatu bank. Bagi bank yang sudah dinilai sebelumnya dapat pula dinilai apakah ada peningkatan atau penurunan kesehatannya. Bagi bank yang menurut penilaian sehat atau kesehatannya terus meningkat tidak jadi masalah, karena itu¬lah yang diharapkan dan supaya tetap dipertahankan terus. Akan tetapi bagi bank yang terus-menerus tidak sehat, maka harus men¬dapat pengarahan atau bahkan sangsi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina perbankan da¬pat saja menyarankan untuk melakukan berbagai perbaikan. Perbaik¬an-perbaikan yang akan dilakukan meliputi perubahan manajemen, melakukan penggabungan seperti merger, konsolidasi, akuisisi atau malah dilikuidasi (dibubarkan) keberadaannya jika memang sudah parah kondisi bank tersebut. Pertimbangan untuk hal ini sangat tergantung dari kondisi yang dialami bank yang bersangkutan. Jika kondisi bank sudah sedemikian parah, namun masih memiliki be¬berapa potensi, maka sebaiknya dicarikan jalan keluarnya dengan model penggabungan usaha dengan bank lainnya. Sedangkan lang¬kah likuidasi merupakan jalan keluar terakhir dalam rangka menye¬lamatkan uang masyarakat. A. ASPEK-ASPEK PENILAIAN Penilaian untuk menentukan kondisi suatu bank; biasanya meng¬gunakan berbagai alat ukur. Salah satu alat ukur yang utama yang digunakan untuk menentukan kondisi suatu bank dikenal dengan nama analisis CAMEL. Analisis ini terdiri dari aspek capital, assets, management, earning dan liquidity. Hasil dari masing-masing aspek ini kemudian akan menghasilkan kondisi suatu bank. 1. Aspek Permodalan (Capital) Penilaian pertama adalah aspek permodalan (capital) suatu hank. Dalam aspek ini yang dinilai adalah permodalan yang dimiliki oleh bank yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan kepada CAR (Capital Adequacy Ratio) yang telah ditetapkan BI. Perbandingan rasio CAR adalah rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (AMTR). Sesuai ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah, maka CAR perbankan untuk tahun 2002 minimal harus 8%. Bagi bank yang memiliki CAR di bawah 8% harus segera memperoleh perhatian dan penanganan yang serius untuk segera diperbaiki. Penambahan CAR untuk mencapai seperti yang ditetapkan memerlukan waktu, se¬liingga pemerintahpun memberikan waktu sesuai dengan ketentuan. Apabila sampai waktu yang telah ditentukan target CAR tidak tercapai, maka bank yang bersangkutan akan dikenakan sangsi. 2. Aspek Kualitas Aset (Asets) Aspek yang kedua adalah mengukur kualitas aset bank. Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah untuk menilai jenis-jenis aset y;ing dimiliki oleh bank. Penilaian aset harus sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia dengan memperbandingkan antara aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif. Kemudian rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva pro¬duktif diklasifikasikan. Rasio ini dapat dilihat dari neraca yang telah dilaporkan secara berkala kepada Bank Indonesia. 3. Aspek Kualitas Manajemen (Management) Penilaian yang ketiga meliputi penilaian kualitas manajemen bank. Untuk menilai kualitas manajemen dapat dilihat hari kualitas manusianya dalam mengelola bank. Kualitas manusia juga dilihat dari segi pendidikan serta pengalaman para karyawannya dalam me¬nangani berbagai kasus yang terjadi. Dalam aspek ini yang dinilai adalah manajemen permodalan, manajemen kualitas aktiva, mana¬jemen umum, manajemen rentabilitas dan manajemen likuiditas. Penilaian didasarkan kepada jawaban dari 250 pertanyaan yang di¬ajukan mengenai manajemen bank yang bersangkutan. 4. Aspek Earning Merupakan aspek yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam meningkatkan keuntungan. Kemampuan ini dilapokan dalam suatu periode. Kegunaan aspek ini juga untuk mengukur tingkat efi¬siensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank bersangkutan. Bank yang sehat adalah bank yang diukur secara rentabilitas terus meningkat di atas standar yang telah ditetapkan. Penilaian ini meliputi juga hal-hal seperti : a. Rasio laba terhadap Total Aset (ROA). b. dan Perbandingan biaya operasi dengan pendapatan operasi (BOPO). 5. Aspek Likuiditas (Liquidity) Aspek kelima adalah penilaian terhadap aspek likuiditas bank. Suatu bank dapat diikatakan likuid, apabila bank yang bersangkutan mampu membayar semua hutangnya terutama hutang-hutang jangka pendek. Dalam hal ini yang dimaksud dengan hutang-hutang jangka pendek yang ada di bank antara lain adalah simpanan masyarakat se¬perti simpanan tabungan, giro dan deposito. Dikatakan likuid jika pada saat ditagih bank mampu membayar. Kemudian bank juga harus dapat pula memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai. Penilaian aspek ini meliputi : a. Rasio kewajiban bersih Call Money terhadap Aktiva Lancar b. Rasio kredit terhadao dana yang diterima bank seperti KLBI, giro, tabungan, deposito dan lain-lain. Disamping dengan penilaian analisis CAMEL, Kesehatan bank juga dipengaruhi hasil penilaian lainnya yaitu penilaian terhadap : 1. Ketentuan pelaksanaan pemberian Kredit Usaha Kecil (KUK) dan Pelaksanaan Kredit Ekspor. 2. Pelanggaran terhadap ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau sering disebut Legal Lending Limit. 3. Pelanggaran Posisi Devisa Netto. Penentuan bobot didasarkan kepada masing-masing aspek di¬atas diberikan nilai, kemudian dijumlahkan secara keseluruhan dari komponen yang dinilai. Secara garis besar hasil dari penilaian ini ditetapkan ke dalam 4 golongan predikat kesehatan bank. Hasil penilaian terhadap analisis CAMEL, kemudian dituangkan dalam bentuk angka yang diberikan bobot sesuai ketentuan yang telah ditetapkan. Bobot nilai ini diberkan sebagai nilai kredit. Dari bobot nilai ini clapat dipastikan kondisi suatu bank. Batas minimal clan maksimal untuk menentukan predikat suatu bank dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Nilai Kredit Predikat 81 - 100 66 - <81 51 - < 66 0 - < 51 Sehat Cukup Sehat Kurang Sehat Tidak Sehat B. PENGGABUNGAN USAHA BANK Hasil penilaian yang diumumkan pemerintah sangat menen¬tukan masa depan perbankan yang bersangkutan, mengingat dunia perbankan yang mengelola bisnis kepercayaan. Masalah kepercayaan adalah masalah sensitif, oleh karena itu harus tetap dijaga dari hal-¬hal yang bersifat negatif. Artinya kalau masyarakat sudah tidak per¬caya lagi kepada salah satu bank, karena penilaian yang jelek terhadap kondisinya, maka dampaknya akan merugikan bank tersebut. Keper¬cayaan ini disebabkan karena kegiatannya menyangkut uang masya¬rakat. Bagi bank yang dinyatakan sehat justru sangat menguntungkan karena dapat menaikkan pamornya dimata para nasabahnya atau calon nasabahnya. Namun bagi bank yang tidak sehat untuk beberapa periode maka disarankan untuk melaksanakan penggabungan usaha dengan bank lainnya. Dalam praktiknya penggabungan dalam dunia perbankan tidak hanya bagi bank yang dinilai tidak sehat saja, akan tetapi bank yang sehatpun dapat pula bergabung dengan bank lainnya sesuai dengan tujuan bank tersebut. Sebagai contoh bank dapat bergabung dengan tujuan untuk menguasai pasar. Namun biasanya penggabungan antar bank yang tidak sehat lebih diutamakan. Terdapat beberapa bentuk penggabungan yang dapat dipilih suatu bank. Pertimbangannya adalah tergantung dari kondisi bank dan keinginan pemilik bank lama. Masing-masing bentuk mempunyai keunggulan dan kerugian sendiri. Tentu saja pemilihan bentuk penggabungan ini didasarkan kepada tujuan perbankan tersebut. Jenis-jenis penggabungan yang dapat dipilih dan yang biasa dilakukan di Indonesia adalah sebagai berikut : 1. Merger Merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah sate dari bank yang ikut merger dan membubarkan bank-bank lainnya tanpa melikuidasi terlebih dulu. Penggabungan tersebut dapat dilakukan dengan cara meng¬gabungkan seluruh saham bank lainnya yang ikut bergabung menjadi satu dengan bank yang dipilih untuk dijadikan bank yang akan dipertahankan. Biasanya bank hasil merger memakai salah satu nama yang dipilih secara bersama. Sebagai contoh: Bank Maras melakukan merger dengan Bank Menumbing dan disepakati memakai nama Bank Maras, maka nama Bank Me¬numbing diganti menjadi bank Maras. 2. Konsolidasi Yaitu penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara mendirikan bank baru dan membubarkan hank-bank yang ikut konsolidasi tersebut tanpa melikuidasi terlebih dulu. Contoh konsolidasi, misalnya Bank Maras melakukan konsolidasi dengan Bank Menumbing, maka nama kedua bank tersebut dibubarkan dan menamakan bank yang baru, misalnya Bank Mangkol. 3. Akuisisi Merupakan pengambil-alihan kepemilikan suatu bank yang ber¬akibat beralihnya pengendalian terhadap bank. Dalam pengga¬bungan dengan bentuk akuisisi biasanya nama bank yang diakui¬sisi tidak berubah dan yang berubah hanyalah kepemilikannya. Contoh di atas misalnya Bank Maras diakuisisi oleh Bank Menum¬bing maka nama Bank Maras tidak berubah dan yang berubah adalah kepemilikannya saja yaitu menjadi milik Bank Menumbing. Usaha penggabungan model di atas sering disebut dengan penggabungan model horizontal. Jenis penggabungan lainnya yang sering dilakukan penggabungan secara vertikal yaitu dengan cara menggabungkan beberapa usaha mulai dari usaha yang bergerak da¬lam industri hilir ke usaha yang bergerak dalam usaha industri hulu. Dengan kata lain mulai dari perusahaan penyedia bahan baku sampai dengan perusahaan yang menjual barang jadi dari bahan baku tersebut. C. ALASAN PENGGABUNGAN Untuk memutuskan bergabung dengan perusahaan lain bukan¬lah perkara yang mudah. Keputusan bergabung diambil karena suatu alasan yang sangat kuat. Jadi sebelum melakukan penggabungan badan usahanya, setiap perusahaan tentu mempunyai maksud ter¬tentu yang ingin dicapainva. Demikian pula jenis penggabungan yang akan dipilih juga dilakukan dengan berbagai macam pertimbangan. Terdapat beberapa alasan suatu bank atau suatu perusahaan untuk melakukan penggabungan baik penggabungan secara Merger, Konsolidasi maupun Akuisisi. Alasan yang biasa dipakai yaitu antara lain : 1. Masalah Kesehatan Apabila bank sudah dinyatakan tidak sehat oleh Bank Indonesia setelah melalui beberapa perbaikan sebelumnya, maka sebaik¬nya bank tersebut melakukan penggabungan. Pilihan pengga¬bungan tentunya dengan bank yang sehat. Jika bank yang diga¬bungkan sama-sama dalam kondisi tidak sehat maka sebaiknya pilihan penggabungan adalah konsolidasi atau dapat pula diakui¬sisi oleh bank lain yang sehat. 2. Masalah Permodalan Apabila modal suatu bank dirasakan kecil sehingga sulit untuk melakukan perluasan usaha, maka bank dapat bergabung dengan satu atau beberapa bank sehingga modal dimiliki menjadi be¬sar. Sebagai contoh Bank Maras hanva memiliki modal 5 milyar dengan 12 buah cabang bergabung dengan Bank Mangkol yang memiliki modal 10 milyar clan memiliki 20 cabang. Gabungan kedua bank tersebut sekarang memiliki modal 15 milyar dan 32 cabang. Dengan adanya penggabungan atau usaha peleburan otomatis lebih mudah untuk mengembangkan usahanya. Yang jelas setelah melakukan penggabungan modal dan cabang dari beberapa bank yang ikut bergabung akan bertambah besar. 3. Masalah Manajemen Manajemen bank yang sembrawut atau kurang profesional se¬hingga, perusahaan terus merugi dan sulit untuk berkembang. Jenis bank inipun sebaiknya melakukan penggabungan usaha atau peleburan usaha dengan bank yang lebih profesional yang terkenal dengan kualitas manajemennya. 4. Teknologi dan Administrasi. Bank yang menggunakan teknologi yang masih tradisional sa¬ngat menjadi masalah. Dalam perkembangan yang sedemikian cepat diperlukan teknologi yang canggih. Untuk memperoleh teknologi yang canggih diperlukan modal yang tidak sedikit. Ja¬Ian keluar yang dipilih adalah melakukan penggabungan dengan bank yang sudah memiliki teknologi yang canggih. Demikian pula bagi bank yang kurang teratur dan masih tradisional dalam hal administrasinya, sebaiknya bank melakukan penggabungan atau peleburan sehingga diharapkan administrasinya menjadi lebih baik. 5. Ingin Menguasai Pasar. Tujuan ingin menguasai pasar tidak diumumkan secara jelas kepada pihak luar dan biasanya hanya diketahui oleh mereka yang hendak ikut bergabung. Dengan adanya penggabungan dari beberapa bank, maka jumlah cabang dan jumlah nasabah yang dimiliki bertambah. Tujuan ini juga dilakukan untuk meng¬hilangkan atau melawan pesaing yang ada. Keinginan untuk mengadakan penggabungan bank, baik pengga¬bungan secara merger, konsolidasi atau akuisisi dapat dilakukan atas : 1) Inisiatif bank yang bersangkutan atau 2) Permintaan Bank Indonesia atau 3) Inisiatif badan khusus Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Dalam melakukan penggabungan, maka pihak perbankan hen¬daknya memenuhi beberapa peraturan dan persyaratan yang telah ditetapkan. Izin untuk melakukan Merger, Konsolidasi atau Akuisisi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Telah memperoleh persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bagi bank yang berbentuk badan hukum Perse¬roan Terbatas atau rapat sejenis bagi bank yang berbentuk lainnya. 2) Memenuhi rasio kecukupan modal yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. 3) Calon anggota Direksi dan Dewan Komisaris tidak termasuk daftar orang yang tercela dibidang perbankan. 4) Dalam hal akuisisi, maka bank wajib memenuhi ketentuan mengenai pengertian modal oleh bank yang diatur oleh Bank Indonesia.